Lebih jauh, politisi ini menekankan bahwa kolaborasi adalah kunci. Menghadapi cuaca ekstrem, semua pihak harus terlibat.
"Nggak bisa cuma mengandalkan peringatan cuaca. Mitigasi risiko harus melibatkan banyak pihak: instansi terkait, swasta, komunitas lokal, sampai masyarakat umum," jelasnya.
Edukasi tentang tanda-tanda alam yang berbahaya, serta langkah cepat saat situasi darurat, menurut Singgih bisa menjadi penyelamat nyawa.
Ia juga menyoroti soal teknologi. Peralatan pendeteksi bencana, jika perlu, harus diperbarui dengan teknologi yang lebih mumpuni dan terdigitalisasi. Bayangkan jika sistem peringatan itu bisa terhubung langsung ke aplikasi di ponsel warga.
"Dengan cara itu, masyarakat jadi ikut berperan. Mereka bisa mempersiapkan barang darurat, paham rencana evakuasi, dan lebih mudah mengikuti instruksi jika situasi memburuk," tuturnya.
Sebelumnya, informasi ini memang sudah disampaikan oleh Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani. Saat ini, ada tiga siklon yang dipantau. Siklon Bakung, yang berkembang di barat daya Lampung, meski bergerak menjauh, statusnya justru naik dari kategori 1 ke kategori 2.
Lalu ada bibit siklon 93S yang terpantau di sekitar Bali, Nusa Tenggara, hingga Jawa Timur. Satu lagi, bibit siklon 95S, terpantau di selatan Papua. Cuaca memang sedang tidak stabil, dan kewaspadaan ekstra mutlak diperlukan.
Artikel Terkait
Tragedi Jet Pribadi di Carolina Utara: Seluruh Penumpang, Termasuk Mantan Pembalap NASCAR, Tewas
Buronan Pemerkosa Remaja Disabilitas di Mamuju Akhirnya Ditangkap di Hutan
Bupati Bekasi Diamankan KPK dalam OTT Beruntun
Hujan Lebat Landa Dubai, Warga Diimbau Tak Keluar Rumah