Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera beberapa hari lalu kembali mengingatkan kita pada satu masalah klasik: deforestasi. Ini bukan lagi sekadar isu lingkungan yang jauh di sana, tapi ancaman nyata yang konsekuensinya langsung terasa. Pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan, ditambah maraknya penebangan liar dan pengawasan yang kerap kali jebol, terus menggerogoti sisa hutan kita.
Dampaknya jelas kompleks. Ekosistem rusak, satwa kehilangan rumah, dan bencana ekologis seperti yang baru terjadi ini menjadi lebih sering dan lebih ganas. Di balik itu, kehidupan sosial ekonomi warga lokal pun ikut terpuruk. Menurut laporan terbaru BNPB per 3 Desember 2025, banjir itu sudah mengganggu 74 kepala keluarga atau sekitar 222 jiwa.
"Kerugian materiil masih dalam pendataan," tulis laporan itu, "untuk sementara ada 74 rumah terdampak, dengan ketinggian air awal mencapai sekitar 50 cm."
Ironisnya, situasi ini berlangsung di tengah data resmi yang sebenarnya sudah mengkhawatirkan. Pantauan Kementerian Kehutanan pada Maret 2025 lalu menunjukkan, meski 51,1% daratan Indonesia masih berupa hutan, laju kerusakannya tetap ada. Di tahun 2024, deforestasi netto tercatat 175,4 ribu hektare. Angka ini didapat dari selisih deforestasi bruto 216,2 ribu hektare dan upaya reforestasi 40,8 ribu hektare.
Yang menarik, hampir seluruh kerusakan tepatnya 92,8% terjadi di hutan sekunder. Dan mayoritas, sekitar 69,3%, justru terjadi di dalam kawasan hutan yang seharusnya dilindungi. Memang, tren deforestasi saat ini lebih rendah dibanding sepuluh tahun silam. Namun begitu, kenaikan yang tetap ada menunjukkan berbagai kebijakan dan regulasi yang digaungkan belum benar-benar membuahkan hasil optimal di lapangan.
Sumatera adalah contoh nyatanya. Di sana, kerusakan hutan seakan tak peduli dengan tumpukan regulasi yang ada. Padahal, payung hukumnya sudah cukup jelas. Ada UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai fondasi utama, diperkuat oleh UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa aturan perizinan, serta UU Lingkungan Hidup yang mewajibkan AMDAL.
Artikel Terkait
Fez Berduka: Dua Gedung Ambruk Tengah Malam, 19 Tewas
Banten Siagakan Stok Pangan Jelang Natal dan Tahun Baru
China Bantah Protes Jepang: Aktifkan Radar Jet Tempur Hanya Praktik Umum
Titik Terang Kayu Gelondongan di Pantai Tanjung Setia: Musibah Laut, Bukan Pembalakan Liar