Keputusan Presiden ini membuka ruang untuk refleksi lebih luas. Penegakan hukum harus paham substansi sektor yang diawasi. Kalau aparat cuma fokus menetapkan tersangka tanpa mengerti dinamika industrinya, hukum bisa salah sasaran.
Faktanya, kerugian investasi tidak otomatis menandakan ada pidana. Dalam bisnis, terutama venture capital, banyak keputusan dibangun di atas logika high-risk high-return. Keuntungan diraih dari sedikit investasi yang sukses, sementara sebagian lainnya memang diprediksi akan gagal. Bayangkan jika semua kegagalan usaha langsung ditafsirkan sebagai korupsi. Bukan inovasi yang diselamatkan, justru ia yang dipukul mundur.
Pelajaran terbesar dari rehabilitasi ASDP bukan cuma pemulihan nama baik individu. Lebih dari itu, ini tentang kebutuhan mendesak agar aparat hukum memahami konteks sektor yang diperiksanya. Hukum tidak boleh bekerja bak mesin hanya mencari kesalahan formal. Ia harus mengerti substansi, mekanisme bisnis, model risiko, dan tata kelola industri.
Ke depan, perbaikan tak boleh berhenti pada pemulihan nama baik. Pembenahan harus menyentuh cara kerja aparat. Di sektor publik, tidak cukup hanya menindak. Negara harus mampu membedakan antara kerugian karena risiko usaha yang wajar dengan kerugian akibat penyalahgunaan wewenang yang disengaja. Ketidakmampuan membedakan keduanya akan membuat hukum kehilangan ruh keadilannya, dan negara kehilangan para profesional berani.
Rehabilitasi ASDP adalah sinyal. Presiden memilih jalan keadilan yang dewasa bukan populisme hukum, tapi koreksi berbasis kajian. Tapi langkah ini baru berarti jika diikuti perubahan cara pandang aparat penegak hukum: dari sekadar mengejar, menjadi memahami; dari hanya menghukum, menjadi memulihkan; dari penjaga aturan, menjadi penjaga keadilan.
Dalam konteks ini, Prabowo menampilkan diri sebagai pemimpin yang "adil palamarta" sebuah sikap kepemimpinan yang adil dan sangat adil dalam melihat realita pemerintahan dan penegakan hukum. Apa yang dilakukannya sesungguhnya adalah meletakkan dasar relasi antara hukum yang komprehensif dan respons politik, dengan kepentingan nasional sebagai prioritas utama. Rehabilitasi ASDP diletakkan dalam filosofi pemerintahan yang berbasis kepentingan nasional, ditopang hukum yang adil.
Negara yang kuat bukan negara yang gampang menghukum. Tapi negara yang berani mengoreksi diri dan melindungi mereka yang bekerja dengan benar. Di situlah letak keadilan sejati: ia tak cuma memutus, tapi juga memulihkan.
Trubus Rahardiansah, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti
Artikel Terkait
Kebakaran di Kelapa Gading Berawal dari Pindah-Pindah Tabung Gas
Damkar Bogor Turun Tangan Evakuasi Tikus Galak yang Serang Anak di Cibinong
Remaja Tasikmalaya Disekap 2 Hari, Kabar Berhasil Dikirim Saat Pelaku Tertidur
Tangis Haru di Hutan Sumatra: Perjalanan 23 Jam untuk Menemukan Bunga yang Hilang