Kondisi di Kampung Apung Kapuk Teko sangat memprihatinkan. Dinding-dinding MCK warga telah menguning akibat endapan air kotor. Saat ditimba, air sumur mengeluarkan aroma karat yang menyengat. Air yang ditampung di ember atau bak mandi dengan cepat berubah warna menjadi cokelat kekuningan.
Ketua RT 10, Rudi (55), menyatakan bahwa air tanah di kampungnya sudah tidak dapat digunakan untuk memasak sejak pertengahan tahun 1990-an. Diduga, penurunan kualitas air ini disebabkan oleh kontaminasi limbah dari kawasan industri di sekitarnya.
Dampak Krisis Air pada Kehidupan Sehari-hari
Kesulitan air bersih memaksa warga hanya menggunakan air sumur yang keruh untuk keperluan mandi dan mencuci. Sementara untuk konsumsi seperti minum dan memasak, mereka harus membeli air pikul dengan harga Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per pikul. Setiap rumah tangga bisa menghabiskan dua hingga lima pikul air per minggu, yang menjadi pengeluaran rutin yang signifikan.
Kenangan Masa Lalu dan Perubahan Drastis
Kampung Apung di Kapuk Teko dulunya merupakan kawasan persawahan dan empang yang subur. Rudi, Ketua RT 10, mengenang masa kecilnya di tahun 1980-an ketika kawasan ini masih asri dan air tanahnya masih bisa diminum langsung dari sumur.
Namun, kondisi berubah drastis ketika banjir mulai rutin melanda kampung ini menjelang tahun 1990. Genangan air tidak pernah surut sepenuhnya, dengan ketinggian mencapai dua hingga tiga meter di beberapa rumah. Warga pun beradaptasi dengan menguruk tanah dan membangun rumah panggung untuk bertahan hidup.
Warga Kampung Apung berharap adanya perhatian dan penataan serius dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup mereka, termasuk penyediaan akses air bersih dan fasilitas umum yang masih sangat minim.
Artikel Terkait
Tanah Ulayat Diserobot Sawit: Perlawanan Suku Tehit Sorong Selatan yang Bikin Pemerintah Merah!
Ismail Fahmi Bongkar Praktik Creepy Fotografer CFD: Wajahmu Bisa Dijual Begini Saja!
Banjir Kebon Pala Kembali Terjadi, Ketinggian Air Capai 50 Cm!
Jangan Sia-Siakan Karyamu! Begini Cara Universitas Kapuas Sintang & Kemenkum Kalbar Lindungi Karya Ilmiah & Budaya Lokal dari Klaim