Analisis Kegagalan Skema KCJB dan Tata Kelola Proyek Kereta Cepat Indonesia
Oleh: Radhar Tribaskoro
Pernyataan Kerugian KCJB dan Masalah Tata Kelola
Ketika Direktur PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengumumkan bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami kerugian besar, pernyataan ini dianggap sebagai hal normal dalam proyek infrastruktur global. Namun, fakta sebenarnya menunjukkan bahwa negara dengan tata kelola yang sehat mengantisipasi cost overrun melalui mekanisme transparansi, manajemen risiko, dan rencana kontinjensi. Di Indonesia, mekanisme ini justru dimatikan untuk ambisi politik jangka pendek.
Akar Masalah KCJB: Desain Skema yang Politis
Masalah utama KCJB bukan terletak pada aspek teknis, geologi, atau manajemen proyek lapangan. Akar masalahnya ada pada desain skema yang sejak awal bersifat politis, anti-kritik, dan mengabaikan prinsip dasar tata kelola. Ledakan biaya merupakan konsekuensi logis dari keputusan politik yang cacat, bukan kejutan yang tak terduga.
Proyek Legacy dan Pengabaian Rasionalitas
KCJB lahir dari politik pencitraan dan logika warisan pembangunan. Pemerintah terobsesi dengan kecepatan penyelesaian, mempersempit analisis risiko, dan menunda rasionalitas. Klaim awal bahwa proyek ini tanpa uang negara terbukti tidak benar dengan masuknya APBN dan keterlibatan konsorsium BUMN yang menanggung beban di luar kemampuan.
Empat Kegagalan Tata Kelola dalam Proyek KCJB
1. Studi Kelayakan yang Dipolitisasi
Studi kelayakan proyek KCJB berfungsi sebagai legitimasi bukan sebagai pengendali. Data penumpang dibuat terlalu optimistis, risiko lahan diremehkan, dan analisis geologi direduksi. Tidak ada transparansi penuh, peer review independen, atau ruang kritik yang memadai.
Artikel Terkait
DPR Aceh Desak Prabowo Buka Bantuan Asing, Sebut Penanganan Banjir Bandang Terlalu Lambat
Karnaval Sarendo Rendo Warnai Monas dengan Semarak Budaya Betawi
Sopir Bus Rosalia Indah Dipecat Usai Aksi Ugal-ugalan Viral
Olimpiade Sains Airlangga 2025: 6.206 Siswa Berebut Golden Ticket