Pengelola proyek Whoosh adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia) dengan 60% saham dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd dengan 40% saham.
PT Kereta Api Indonesia (KAI) memimpin konsorsium PSBI dengan porsi saham 58,53%, diikuti oleh Wijaya Karya (33,36%), Jasa Marga (7,08%), dan PTPN VIII (1,03%).
Masalah Utang dan Beban Keuangan Whoosh
Proyek Whoosh kini menuai sorotan akibat utang yang mencapai Rp116 triliun. Pembiayaan proyek ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS dari biaya awal yang direncanakan.
Sebanyak 75% dari total investasi proyek Whoosh didanai dari pinjaman China Development Bank, sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham. Utang ini menjadi beban berat bagi BUMN Indonesia, khususnya PT KAI sebagai pemimpin konsorsium.
Dampak Kerugian pada BUMN
PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025. PT KAI menanggung porsi kerugian terbesar sebesar Rp951,48 miliar per Juni 2025. Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin bahkan menyebut besar utang proyek Whoosh ini bagai bom waktu yang memerlukan penanganan serius.
Proyek yang semula menjadi kebanggaan ini kini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI dan BUMN lainnya yang terlibat dalam konsorsium.
Artikel Terkait
Anggaran Mengendap, Rp4,5 Triliun Kembali ke Kas Negara
Pemilik Gedung Terra Drone Diperiksa Polisi Usai Kebakaran Tewaskan 22 Karyawan
Bentrokan Berdarah di Tambang Emas Kalbar, WNA China Serang Petugas dan TNI
Laporan YLBHI Buka Suara: Operasi Militer Ilegal dan Duka yang Membisu di Papua