Ia mempersoalkan surat panggilan terhadapnya lantaran ada keganjilan.
"Sebenarnya surat panggilan itu sendiri kan juga ganjil ya, karena surat panggilan itu kayak 2 gabung jadi 1," tuturnya.
"Itu kan ganjil sekali, pertama laporan polisi atas nama Joko Widodo, kedua laporan polisi atas nama beberapa orang," sambung dia.
Kasus yang dihadapinya tersebut, menurut Tifa terkesan ganjil lantaran dua laporan seolah digabung menjadi satu peristiwa.
Menurutnya laporan dari Joko Widodo dan laporan dari sejumlah orang, legal standingnya tidak jelas.
Laporan pertama dari Jokowi, katanya tentang delik aduan dinilai janggal.
Karena mantan orang nomor satu Indonesia itu tidak melaporkan orang, tetapi peristiwanya.
"Delik aduan itu kan orang yang dilaporkan, bukan peristiwanya saja. Jadi ini ketika diproses sama polisi, kita merasa aneh saja, kok diproses sih laporan polisi yang seperti itu," ujar Tifa.
"Saya difitnah, Pak. Saya dicemarkan nama baik. Sama siapa Pak? Saya nggak tahu. Pokoknya saya difitnah!'. Kan itu aneh, dari sisi laporan polisi saja sudah janggal sekali, tapi diproses," ujar dr Tifa.
Begitu juga, kata Tifa soal delik umum tentang penghasutan hingga ujaran kebencian yang dilaporkan orang tidak jelas tanpa legal standing yang dinilainya janggal.
Sebab, kata Tifa, laporan tersebut tak ada faktanya dengan apa yang dia lakukan.
Di mana dirinya bersama Roy Suryo dan Rismon Sianipar hanyalah melakukan sebuah penelitian saja tentang ijazah Jokowi.
"Masyarakat awam itu tahu, saya bertiga itu melakukan penelitian dan hasilnya sudah kami bukukan di buku Jokowi's White Paper. Jadi ini memang sudah rencana. Bukan kemudian kami gara-gara peristiwa ini terus kami bikin buku. Enggak. Karena kami tadinya mau publikasi ilmunya di jurnal internasional," ucapnya.
Sejatinya, hasil penelitian dibuat menjadi buku yang rencananya bakal dipublikasi di jurnal Internasional.
Buku itu sekaligus menjadi hak jawab mereka sebagai peneliti, hanya saja malah dilaporkan orang-orang tak jelas ke kepolisian.
"Ini hak jawab kami sebagai peneliti, tapi kemudian ada orang-orang yang tidak jelas. Legal standingnya apa. Jati dirinya juga tidak jelas. Kemudian melaporkan kami melakukan ujaran kebencian, hasutan dan sebagainya, itu sangat tidak masuk akal," tuturnya.
Menurut dr Tifa, seharusnya ada aktivis lain yang juga dijadwalkan diperiksa pada hari yang sama, yakni Rustam Effendi.
Namun, Rustam berhalangan hadir karena orang tuanya meninggal dunia.
"Pak Rustam tidak jadi hadir karena orang tuanya meninggal. Jadi hari ini saya sendiri. InsyaAllah besok Pak Rismon Sianipar (akan hadir)," ujarnya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Roy Suryo, turut hadir dan sempat mendampingi dr Tifa sebelum pemeriksaan.
Roy mengaku sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli dalam kasus lain di lokasi yang sama.
"Saya mensupport sahabat saya, dr. Tifa. Semoga apa yang disarankan oleh Pak Alkatiri tadi bisa dijalankan dengan baik. Yang terpenting, dalam surat itu tertulis tanggal 22 Januari," kata Roy Suryo
Sumber: Wartakota
Artikel Terkait
Suami di Lubuklinggau Siram Istri Pakai Air Keras Lantaran Ditolak di Ranjang
Golan Tetap Membara: Status Quo yang Tak Kunjung Usai
Ayah Irwan Rinaldi Beberkan Konsep Utang Pengasuhan yang Bikin Hubungan Orang Tua dan Anak Renggang
Koperasi Merah Putih dan Obsesi Proyek yang Mengabaikan Esensi