“Kalau pilih kepala desa mereka harus punya nasionalisme dan harus punya patriotisme, jangan kita punya kepala desa konsumtif,” ujarnya.
“Cari kepala desa yang produktif yang bisa memberi kepada rakyat dan dia kuat untuk melihat situasi di sekelilingnya dan bisa mengendalikan masyarakat yang ada di bawa lingkungan sekitarnya.”
Ia bahkan punya analogi yang gamblang. “Kepala desa adalah mata dan telinga daripada kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia,” tambahnya.
Lebih jauh, Sjafrie menekankan pentingnya kedekatan dengan warga. Di sini, ia menyandingkan peran kepala desa dengan Babinsa (Bintara Pembina Desa) dari TNI. Logikanya sederhana: mereka harus selalu ada di tengah masyarakat, mendengar langsung keluh kesah.
“Kalau rakyat mengalami kesulitan, dengarkan apa kesulitan mereka, ini yang dilakukan TNI,” paparnya.
“Makanya Babinsa itu tidak ada kantornya supaya Babinsa itu ada di tengah rakyat, dia dengar apa yang terjadi, kepala desa ya membina Babinsa kan sama-sama Komcad, latar belakangnya sama.”
Pesan dari Gowa itu jelas. Membangun dari desa bukan cuma soal infrastruktur, tapi juga tentang menyiapkan pemimpin yang bersih, dekat dengan rakyat, dan punya jiwa nasionalis. Tantangannya tentu tidak kecil.
Artikel Terkait
Pemuda Gorontalo Diciduk Usai Video Mesum dengan Siswi SMP Viral
Kekacauan Berdarah di Stasiun Taipei: Pelaku Bom Asap Tewas Usai Teror
Empat Pejabat KPU Tanjung Balai Ditahan, Dana Hibah Rp16 Miliar Digelembungkan
Drone ELN Gempur Pangkalan Militer, Tujuh Prajurit Kolombia Tewas