Pendidikan Terkatung-Katung: 300 Ribu Anak Sumatra Terancam Putus Sekolah Pasca-Bencana

- Kamis, 18 Desember 2025 | 14:25 WIB
Pendidikan Terkatung-Katung: 300 Ribu Anak Sumatra Terancam Putus Sekolah Pasca-Bencana

Kalau dibiarkan begini, bencana alam bisa berubah jadi bencana generasi. Anak-anak akan tertinggal pelajaran, terancam putus sekolah, dan pada akhirnya terpinggirkan. Generasi emas yang diimpikan bisa berubah jadi sumber kecemasan bagi bangsa.

Dalam perspektif Islam, kepemimpinan adalah amanah. Pemimpin itu seperti penggembala yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Hadis dari Bukhari dan Muslim mengingatkan hal itu. Dalam situasi bencana, paradigma ini menuntut kehadiran yang cepat, empatik, dan penuh solusi.

Kesiapsiagaan adalah kewajiban negara. Memastikan pendidikan dan kesehatan rakyat tetap berjalan, bahkan di tengah bencana, adalah bagian dari tanggung jawab itu. Negara tak boleh menunggu normal dulu baru bertindak. Justru dalam keadaan darurat, kehadiran negara paling dinantikan.

Islam juga menekankan pemulihan infrastruktur yang tanggap. Pemimpin pusat wajib berkoordinasi dengan pemimpin daerah, memobilisasi sumber daya, termasuk guru, dan menyediakan sarana belajar darurat. Proses belajar tak boleh terputus. Pendidikan tidak pantas menjadi korban kedua.

Sejarah mencatat, negara di masa kekhilafahan merespons bencana dengan gesit melalui Baitulmal. Dana dikucurkan untuk menyelamatkan rakyat tanpa birokrasi berbelit atau pertimbangan politik yang rumit. Pemulihan dilakukan segera karena menunda-nunda hanya akan menambah penderitaan.

Sayangnya, logika sistem hari ini berbeda. APBN seringkali terjebak dalam proyek, utang, dan urusan serapan anggaran terutama di akhir tahun. Dana untuk pemulihan pendidikan korban bencana pun seolah harus antri, menunggu tahun anggaran baru.

Bencana di Sumatra ini mestinya jadi momentum evaluasi. Klaim bahwa kondisi "baik" tidaklah cukup tanpa bukti pemulihan yang nyata, khususnya di sektor pendidikan. Generasi pascabencana ini tidak butuh retorika. Mereka butuh negara yang hadir dengan nyata, cepat, dan bertanggung jawab.

Jika pengabaian terus berlanjut, sejarah nanti akan mencatat bahwa yang merenggut masa depan generasi bukan cuma alam. Tapi juga sistem yang gagal memuliakan manusia. Mungkin sudah saatnya kita merenungkan kembali sistem yang paripurna, yang benar-benar bisa menjamin masa depan gemilang bagi generasi dan peradaban.

Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan.


Halaman:

Komentar