Bencana Sumatra: Ketika Korupsi dan Izin Hutan Menyapu Nyawa Rakyat

- Selasa, 09 Desember 2025 | 05:00 WIB
Bencana Sumatra: Ketika Korupsi dan Izin Hutan Menyapu Nyawa Rakyat

Rocky Gerung juga punya sindiran tajam. Katanya, ada jutaan rakyat kita yang tidur dengan perut kosong setiap malam. Narasi itu seperti gugatan langsung ke para elit dan pejabat yang sibuk dengan korupsi dan operasi tangkap tangan (OTT). Keduanya saling melengkapi. Korupsi adalah kelaparan itu sendiri. Korupsi adalah bencana alam buatan yang menelan nyawa dan harta rakyat kecil. AmPuunN!

Prabowo, Pemberantasan Korupsi dan Omon-Omon

Lalu, bagaimana dengan pemimpin sekarang? Prabowo Subianto punya kemuliaan hati melihat bangsa ini, yang tertuang dalam visinya. Visi itu dipopulerkan lewat buku “Indonesian Paradoks” tahun 2012, saat ia mendapat mandat dari Gerindra untuk maju sebagai calon presiden. Paradoks itu merujuk pada kontradiksi menyakitkan: Indonesia kaya sumber daya, tapi rakyatnya banyak yang miskin.

Publik tentu berharap besar. Apalagi dengan semangatnya yang berapi-api memberantas korupsi. “Kalau perlu saya akan Uber koruptor sampai ke Antartika dan tidak pandang bulu,” ucap Prabowo suatu ketika. Ia pun sempat membuktikan dengan menjerat Riza Chalid, sang raja mafia minyak, meski penangkapan fisiknya belum berhasil.

Namun begitu, di tahun pertama pemerintahannya, drama penegakan hukum juga banyak disorot. Di samping prestasi, banyak pula cibiran. Kasus korupsi di KPK seperti kasus haji terasa mandek. Drama penangkapan Silvester Maturina, relawan handal Jokowi, yang sudah inkrah tapi tak kunjung dieksekusi kejaksaan, juga jadi bahan gunjingan.

Sekarang, Prabowo sedang diuji. Nyatanya, “Paradoks Indonesia” yang ia tulis dulu muncul faktual dalam bencana banjir Sumatra. Narasi itu menyeret semua elit politik, tak terkecuali Presiden.

Dari narasi “kebun sawit” Presiden, drama panggul beras Zulhas, hingga pernyataan-pernyataan yang dianggap “omon-omon” atau bluffing dari Menhut Raja Juli dan Kepala BNPN Suharyanto. Kegagapan pemerintah menghadapi bencana ini akhirnya berujung pada status bencana nasional.

Rocky Gerung bahkan menyebut pemerintah gagal mitigasi. Beberapa menteri, katanya, harusnya tahu diri dan mundur.

Jujur saja, banyak yang tak sedap di hati rakyat dan perlu dibenahi di lingkaran kepemimpinan Prabowo. Terutama sikap Presiden terhadap pejabat di sekitarnya. Lingkaran itu harusnya steril dulu dari fenomena paradoks, agar Presiden lebih leluasa melawan korupsi dan oligarki gelap yang masih bercokol lewat tangan-tangan elit di sekitarnya.

Korupsi yang dilakukan berjamaah di antara mereka hanya akan melahirkan kemelaratan rakyat dan bencana ekologis. Bencana yang sewaktu-waktu bisa berubah jadi bencana kemanusiaan, seperti yang kita saksikan.

Selama itu belum diatasi, rakyat akan selalu jadi korban. Korban ketidakadilan hukum, politik, dan ekonomi. Apapun yang dilakukan Presiden bisa dicurigai hanya sebagai gimmick politik belaka. Tak berarti bagi visi misi strategis pembangunan. Dan sudah bisa dipastikan, rakyat akan gigit jari lagi. Hidup sengsara di tengah target investasi dan pertumbuhan ekonomi yang semu.

Pada akhirnya, bagi rakyat Indonesia, semua itu mungkin cuma… omon-omon.

PN, 9 Desember 2025


Halaman:

Komentar