Bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Mungkin akan ada perebutan kantor, berebut stempel, atau bahkan berebut kursi. Apa pun yang dianggap simbol kekuasaan, bisa jadi ajang tarik-ulur.
Lalu bagaimana dengan warga nahdliyin biasa? Santri di pelosok desa, masyarakat akar rumput? Mereka cuma bisa menyaksikan. Nonton dari jauh, sambil berharap-harap cemas. Seperti dulu, ketika Abu Hasan perlahan tenggelam dengan sendirinya setelah dimanfaatkan untuk melawan Gus Dur.
Memang, ketika satu pihak mulai terpuruk, biasanya ia akan tenggelam bersama seluruh kroni dan pendukungnya. Tapi politik itu selalu punya kejutan.
Belum tentu yang karam akan hilang selamanya. Selama semangatnya masih menyala dan ia tidak buru-buru menyerah, selalu ada peluang untuk bangkit lagi. Asal, ya, jangan sampai nekat naik ke menara SUTET.
(")
Artikel Terkait
Gotong Royong TNI-Pemadam Bersihkan RSUD Aceh Tamiang dari Sisa Banjir
BPN DIY Pastikan Sertifikat Tanah Mbah Tupon Akan Direbut Kembali
Hashim Djojohadikusumo Buka Suara: Komitmen Gerindra pada Disabilitas Sudah Ada Sejak Masih Partai Bocil
Guru SD Depok Ditemukan Meninggal di Pinggir Jalan Gunung Putri