Maka, ketika Satgas Terpadu diturunkan pada 29 November, misi mereka bukan mengejar barang selundupan bernilai rendah. Tujuan mereka lebih strategis: membatasi pergerakan dan menemukan perantara seseorang yang diduga mengumpulkan data geologi negara untuk pihak tak dikenal. Mereka hanya perlu satu celah hukum untuk menahannya.
Celah itu akhirnya datang pada 5 Desember.
MY membawa sembilan bungkus serbuk nikel ke bandara. Jumlahnya memang kecil, tapi cukup untuk dijadikan dasar pelanggaran formal. Cukup untuk menangkapnya tanpa memicu kegaduhan politik atau diplomatik yang tidak perlu.
Jadi, sembilan bungkus itu bukan tujuan operasi. Itu hanyalah kunci kunci administratif untuk membuka pintu interogasi terhadap seseorang yang dianggap jauh lebih berharga daripada nilai barang buktinya.
Karena bagi intelijen, MY bukan sekadar penyelundup kecil. Ia adalah simpul, titik penghubung dalam sebuah jaringan yang lebih luas. Dia mungkin tahu siapa yang memerintahkan pengambilan sampel, siapa yang membiayainya, dan siapa yang menunggu hasil uji laboratorium di balik layar.
Kasus ini mungkin terlihat remeh di mata publik. Tapi di meja analis intelijen, ini adalah pintu masuk untuk membongkar sesuatu yang lebih besar: perburuan ilegal nikel berkadar tinggi di Halmahera.
Dan negara memilih untuk memutus rantai itu dari titik paling awal. Dimulai dari satu nama: MY.
(Agus Maksum)
Gambar hanya ilustrasi.
Artikel Terkait
Semangat Tak Terbendung: Ribuan Penyandang Disabilitas Ramaikan CFD di Hari Disabilitas Internasional
Kiai Said Aqil Usulkan NU Kembalikan Konsesi Tambang ke Pemerintah
Alvera, Snack Bar dari Ganggang Laut, Bawa Mahasiswa Ubaya Raih Juara Internasional
Kunci Menang di Padel: Bukan Cuma Pukulan, Tapi Kode Rahasia dengan Partner