“Kami menghargai ibadah umrah, tapi persoalan ini menyangkut prioritas. Umrah bisa ditunda, apalagi bagi seorang kepala daerah yang sedang memikul amanah besar di masa bencana. Keputusan ini jelas melukai kepercayaan publik,” tegas Heriadi.
Ia menggambarkan betapa sulitnya kondisi warga saat ini. Pengungsian penuh sesak, jalan-jalan terputus, bantuan pun masih terbatas. Di saat genting seperti ini, kehadiran pemimpin di lapangan seharusnya jadi hal utama, bukan malah pergi ke luar negeri.
Heriadi juga mengingatkan, dalam Islam umrah itu sunnah, bukan wajib. Jadi, tidak ada urgensi yang memaksa. Ironisnya, Mirwan sendiri sebelumnya mengakui bahwa pemerintah daerah tak sanggup menangani bencana ini sendirian. Lalu, kenapa justru memilih pergi?
Di sisi lain, posisi politik Mirwan cukup kuat. Selain sebagai bupati, ia juga menjabat Ketua DPC Partai Gerindra Aceh Selatan. Kemenangannya di Pilkada 2024 lalu didukung oleh banyak partai, mulai dari Demokrat, PKB, PAN, Golkar, hingga PKS, PPP, PDIP, dan beberapa lainnya.
Nah, di balik semua jabatan dan dukungan politik itu, satu pertanyaan besar mengambang: saat warganya tengah berjuang menghadapi banjir, prioritas siapa yang sebenarnya diutamakan oleh sang bupati?
Artikel Terkait
Sumsel Belum Tetapkan Siaga Bencana, Tiga Daerah Sudah Bergerak Lebih Dulu
Di Balik Reruntuhan Banjir Aceh, Luka Batin yang Mengintai
Bupati Aceh Selatan Diterjang Badai Kritik Usai Foto Umrah Saat Banjir Melanda
Musibah Bukan Kebetulan: Ketika Sains Membaca Skedul Alam yang Tertulis