“Jadi dia nggak cuma membela Jokowi pas diserang, tapi juga jadi striker yang melancarkan serangan balik,” ungkap Adi.
Di sisi lain, kehadiran Ahmad Ali ternyata mengubah peta politik nasional. PSI yang sebelumnya nggak lolos ke parlemen dan sering dianggap sebelah mata, tiba-tiba jadi pusat perhatian. Isu-isu politik nasional sekarang jarang yang lepas dari nama Ahmad Ali, PSI, Jokowi, plus partai-partai besar seperti PDIP, Nasdem, dan Demokrat.
“Pertarungan politiknya sekarang bukan cuma antara partai dengan kekuasaan, tapi lebih ke sesama partai yang saling serang,” jelasnya.
Ahmad Ali sendiri santai saja. Dicap agresif, vulgar, atau frontal? Dia bilang nggak peduli. Yang penting, dia siap pasang badan buat bela Jokowi, yang dianggapnya sebagai patron PSI.
Tapi, Adi Prayitno masih penasaran. Gaya komunikasi “tanpa rem” dan “di tubir jurang” seperti ini, apa benar bakal menguntungkan PSI menuju Pemilu 2029? Atau justru bikin masyarakat ilfeel?
“Biasanya, komunikasi politik yang terlalu agresif dan suka nyerang gitu nggak disukai publik. Ya, kita lihat saja nanti perkembangan selanjutnya,” pungkas Adi.
(Ris)
Artikel Terkait
Damai Palsu di Manado: Korban Terluka, Pelaku Bebas Berkeliaran
Kebhinekaan dan Semangat Baru Warnai Peringatan Hari Guru di SRMA 10 Jakarta
Tiga Eks Dirut ASDP Segera Bebas Usai Prabowo Beri Rehabilitasi
Di Balik Kisah Viral, Nurhadi Berjuang Kembali Bangun Rental PS untuk Hidup Mandiri