Status Rekening Dormant
Merespons pertanyaan dari PPATK, MUI juga mengeluarkan fatwa tentang dana rekening dormant. Data menunjukkan ada Rp 190 triliun mengendap, dan setelah klarifikasi, sekitar Rp 50 triliun lebih masih tak bertuan.
“Karenanya, MUI memberikan jawaban hukum Islam tentang status rekening dormant serta perlakuannya, untuk dijadikan pedoman,” ujar Niam.
“Diharapkan ada perbaikan pengelolaan, mewujudkan kemaslahatan, dan menghindari kemafsadatan. Di satu sisi jangan sampai didiamkan tanpa upaya mengingatkan kepada pemilik, tapi di sisi lain juga jangan sampai diam tak produktif,” tambahnya.
Rekening dormant tetaplah hak pemilik atau ahli warisnya. Bank wajib mengingatkan nasabah. Jika pemilik tak diketahui, dana harus diserahkan ke lembaga sosial untuk kemaslahatan umum.
“Rekening dormant itu secara syari masih haknya nasabah. Karenanya pihak bank wajib memberi tahu dan mengingatkan pemilik rekening dormant tentang status kepemilikannya. Dan jika ternyata pemiliknya tidak ada atau tidak diketahui, maka statusnya sebagai dana tak bertuan, yang dalam fikih masuk kategori al-mal al-dlai’, maka dana rekening dormant tersebut wajib diserahkan kepada lembaga sosial untuk digunakan bagi kemaslahatan umum,” tegas Niam.
Khusus untuk lembaga keuangan syariah, dana dormant wajib dikelola secara syariah dan bisa diserahkan ke BAZNAS.
Aturan Asuransi Syariah
Soal asuransi syariah, Niam menjelaskan bahwa dana kontribusi di dalam dana tabarru’ adalah milik kolektif pemegang polis.
“Manfaat asuransi jiwa syariah dari pemegang polis untuk peserta asuransi yang lain (bukan pemegang polis), adalah hak pemegang polis. Jika pemegang polis menetapkan manfaat asuransi jiwa syariah untuk penerima manfaat, maka haknya menjadi milik penerima manfaat dengan akad hibah,” kata Niam.
Jika pemegang polis meninggal, manfaat asuransi jiwa syariah menjadi harta mayit yang didistribusikan berurutan: untuk pengurusan jenazah, lunas utang, penuhi wasiat, lalu bagi ahli waris.
Uang Elektronik
Munas MUI XI juga membahas status uang elektronik. Saldo di dalam kartu uang elektronik adalah hak pemilik, meski datanya dikendalikan penerbit.
Niam menegaskan, jika kartu hilang atau rusak, saldo tetap hak pemilik. “Dan pemilik kartu berhak meminta penerbit untuk mengembalikan saldo atau meminta dibuatkan kartu uang elektronik baru, karena secara sistem data dan saldo dari kartu yang hilang masih ada di issuer (penerbit kartu),” kata Niam.
Imbauan untuk Pemerintah
Di akhir, MUI melalui Ketua Komisi Fatwanya mengimbau pemerintah mengevaluasi aturan perpajakan yang ada. Mereka mendorong Kemendagri dan pemda untuk meninjau ulang aturan PBB, PPn, PPh, PKB, dan pajak waris.
“Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak waris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.” kata Asrorun.
Fatwa Pajak Berkeadilan ini lahir sebagai respons langsung terhadap keresahan masyarakat akibat kenaikan PBB yang dianggap tidak adil. “Sehingga meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan jadi solusi untuk perbaikan regulasi,” tutupnya.
Artikel Terkait
Jalan Utama Ambles, 18 Warga di Bantul Dievakuasi Darurat
Pabrik Tekstil di Cikarang Ludes Terbakar di Tengah Operasi Malam
Notaris Pontianak Dihadang Penolakan Klien Isi Formulir Anti Pencucian Uang
Kalbar Perkuat Audit PMPJ untuk Awasi Kinerja Notaris