Beban di Balik Layar: Gen Z dan Pergulatan Mental
Generasi Z dikenal kreatif, adaptif, dan terbuka. Tapi di balik itu semua, ada beban yang jarang terlihat. Kesehatan mental mereka sedang diuji. Depresi, kecemasan, dan rasa lelah yang mendalam (burnout) kini jadi hal yang biasa ditemui di kalangan anak muda.
Hidup di Era yang Tak Pernah Berhenti
Bayangkan tumbuh di dunia yang serba cepat, penuh ekspektasi tinggi. Media sosial jadi panggung utama kehidupan. Di sana, standar kecantikan, kesuksesan karier, dan hubungan personal dipajang begitu sempurna. Tapi di balik itu, tekanan sosialnya luar biasa. Rasanya seperti harus selalu tampil ideal, padahal di luar layar, hidup tak semudah itu.
Belum lagi kondisi ekonomi yang serba tak pasti, beban studi yang menumpuk, dan ketakutan akan masa depan. Semua ini jadi beban ganda yang makin memperparah kondisi psikis mereka. Tak heran kalau gangguan mental mulai muncul sejak usia remaja.
Ketika Burnout dan Kecemasan Jadi "Teman" Sehari-hari
Depresi dan gangguan kecemasan kini bukan hal asing lagi. Banyak anak muda yang sudah merasakannya, entah sebagai pelajar, mahasiswa, atau pekerja pemula. Yang bikin miris, burnout atau kelelahan mental sudah dialami banyak orang di usia yang masih sangat muda. Padahal, pengalaman kerja mereka mungkin baru sebentar.
Gejalanya macam-macam. Mulai dari hilangnya motivasi, rasa cemas berlebihan, sampai perubahan pola tidur yang drastis. Ada yang jadi susah tidur, ada pula yang malah tidur berlebihan. Perasaan tidak berharga dan kecenderungan menarik diri dari pergaulan juga sering muncul.
Yang paling mengkhawatirkan, banyak dari mereka yang mengalami semua ini dalam kesunyian. Tanpa suara, tanpa keluhan.
Stigma dan Jalan Keluar Lewat Layar
Meski kesadaran akan kesehatan mental sudah mulai tumbuh, stigma negatif masih jadi penghalang besar. Banyak Gen Z yang takut dicap "lemah" atau "tidak normal" kalau mengaku punya masalah psikologis.
Nah, di sinilah telekonseling atau konseling daring muncul sebagai solusi. Lewat aplikasi atau platform online, mereka bisa curhat dan berkonsultasi dengan lebih privasi. Rasanya lebih aman, lebih nyaman, dan yang penting, tidak menghakimi.
Tapi Kapan Sebenarnya Harus Minta Tolong?
Ini masalahnya. Banyak anak muda yang belum paham kapan sebenarnya mereka butuh bantuan profesional. Stres dianggap hal biasa. "Ah, nanti juga hilang sendiri," begitu pikir mereka. Atau merasa cukup dengan curhat ke teman dekat.
Artikel Terkait
Lalu Lintas Lumpuh, Ratusan Kendaraan Tertahan di Bawah Ancaman Awan Panas Semeru
Kedatangan Akademisi Stanford yang Picu Isu NU, Gus Yahya Diminta Mundur
Tragedi di Canggu: Satu Nyawa Melayang, Enam Turis Keracunan di Hostel Bali
Dari Ancaman Maut ke Rupiah Melimpah: Kisah Warga Bandung Barat Selamatkan Karst