Di sisi lain, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, menambahkan sudut pandang lain. Menurutnya, anggota DPR pada dasarnya bekerja karena mandat dari partai politik. Memang dipilih oleh rakyat, tapi mereka tetaplah representasi partai.
"Yang berwenang melakukan evaluasi adalah partai politik," kata Eddy dengan tegas.
Ia lantas memberi catatan. Masyarakat sebenarnya punya saluran untuk menilai, yaitu lewat pemilu berikutnya. Mereka bisa memutuskan apakah kinerja wakilnya layak diperpanjang atau tidak. Selain itu, publik juga bisa menyampaikan keberatan langsung ke partai jika ada anggota DPR yang dianggap gagal. Tapi ya itu, hingga detik ini, aturan tetap menempatkan kewenangan evaluasi dan pemberhentian sepenuhnya di pundak partai politik.
Apa Isi Gugatan Mereka?
Lalu, seperti apa sebenarnya gugatan yang diajukan kelima mahasiswa itu? Mereka adalah Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Inti keresahan mereka sederhana: ketiadaan mekanisme pemberhentian oleh konstituen membuat peran pemilih cuma sebatas prosedur formal belaka.
Rakyat memberi suara saat memilih, tapi ketika wakilnya dinilai tak becus menjalankan tugas, tidak ada ruang untuk mencopotnya. Rasanya seperti ditelantarkan.
Dalam petitum gugatannya, mereka meminta MK menafsirkan ulang Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Mereka ingin agar pencopotan anggota DPR tak hanya bisa diusulkan partai politik, tapi bisa juga oleh konstituen di daerah pemilihannya. Sebuah permintaan yang, bagi mereka, adalah soal keadilan representasi.
Artikel Terkait
Petani Mempawah Asah Ketajaman Advokasi untuk Perjuangkan Hak
Bila Soeharto Kembali: Stabilitas dan Tangan Besi untuk Ekonomi yang Carut-Marut
Oknum Polisi Penderita Skizofrenia Aniaya Pengendara di Medan
Pendekatan Personal Gubernur Pramono Anung Bikin Tawuran Jakarta Anjlok