Sementara korban menjalani perawatan, Brigadir G justru diamankan di rumah sakit jiwa untuk observasi. "Karena perilaku yang bersangkutan saat ini Brigadir G sedang kami observasi di rumah sakit jiwa," jelas Ferry.
Dokter Superida dari Rumah Sakit Bhayangkara Tk II Medan memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia membeberkan bahwa Brigadir G didiagnosa menderita skizofrenia. "Gangguan perilaku, gangguan daya ingat jadi emosinya kurang stabil," katanya.
Menurut dokter tersebut, pasien skizofrenia sebenarnya masih bisa berbaur di masyarakat. Tapi, ada satu catatan penting. Tindakan kekerasan bisa meledak tiba-tiba jika ada pemicu yang tepat. "Ketika ada pemicunya," ujarnya singkat.
Yang mencengangkan, masalah kesehatan jiwa Brigadir G ini bukanlah hal baru. Ia sudah dirawat sejak 2001 dengan diagnosa yang sama. Selama ini, ia hanya menjalani rawat jalan.
"Beliau kami rawat sejak tahun 2001 sama Prof El Maeda dan beberapa tahun ini lanjut ke saya," sambung Superida.
Lalu, apa pemicu gangguan ini? Dokter Superida menyebut ada banyak faktor. Bisa karena masalah keluarga, atau ketidakseimbangan hormon di otak. Dalam kasus Brigadir G, masalah rumah tangga menjadi titik berat. "Yang paling ia keluhkan karena ia bercerai dengan istrinya," ungkapnya.
Di tengah semua ini, ada secercah harapan. Penyakit yang diderita Brigadir G disebutkan masih memiliki kemungkinan untuk disembuhkan. "Kemungkinan besar ada," pungkas Superida. Tapi tentu, itu tak lantas mengabaikan fakta bahwa seorang warga harus menjadi korban amukannya.
Artikel Terkait
Pin Semangka Álvaro Morte di San Sebastian Serukan Hentikan Genosida
Mediasi Ijazah Jokowi Mentok, Cekal Menggelinding Bak Bola Salju
Putri Reema, Diplomat Perempuan yang Mendobrak Tradisi di Balik Kunjungan MBS
Bonjowi Gulirkan Gugatan ke KIP, Misteri Ijazah Jokowi Kembali Dipertanyakan