JAKARTA – Ruas Tol Cikopo–Palimanan (Cipali) kembali jadi sorotan. Meski dikenal sebagai jalan tol modern dengan infrastruktur yang mumpuni, nyatanya ruas ini masih menjadi lokasi sejumlah kecelakaan fatal. Yang menarik, justru saat jalan lengang dan mulus, risiko kecelakaan malah meningkat. Faktor manusia, kecepatan ekstrem, dan kelelahan pengemudi masih jadi biang keladi.
Nah, berikut ini tiga fakta utama yang menggambarkan pola kecelakaan di Tol Cipali, dirangkum dari berbagai peristiwa terbaru dan data investigasi.
1. Perbedaan Kecepatan yang Ekstrem Bikin Waktu Reaksi Menyusut
Fakta pertama yang kerap muncul dalam laporan keselamatan adalah selisih kecepatan antar kendaraan yang terlampau lebar. Jalan yang mulus justru memicu banyak pengemudi kendaraan pribadi melaju kencang, bahkan bisa mencapai 150 km/jam. Di sisi lain, truk-truk besar dengan muatan berat hanya mampu melaju pelan, sekitar 40–50 km/jam.
Perbedaan ekstrem ini membuat waktu untuk bereaksi jadi sangat pendek. Begitu ada kendaraan pindah lajur tiba-tiba atau gangguan kecil lainnya, pengemudi sering tak punya cukup waktu untuk mengerem atau menghindar. Akibatnya? Tabrakan keras pun tak terelakkan.
Yang bikin runyam, kondisi lengang justru memperparah keadaan. Pengemudi cenderung ngebut tanpa sadar ada kendaraan lambat di depan, terutama saat malam atau dini hari ketika kewaspadaan menurun. Kombinasi mematikan inilah yang membuat Cipali jadi salah satu ruas tol dengan insiden fatal tertinggi di Jawa.
2. Kelelahan Pengemudi dan Minimnya Jejak Rem di TKP
Faktor kedua yang tak kalah penting adalah kelelahan. Ini terutama dialami pengemudi bus dan mobil travel jarak jauh. Rasa lelah bikin konsentrasi buyar, kewaspadaan hilang, bahkan bisa memicu microsleep—tertidur selama beberapa detik tanpa disadari.
Menurut sejumlah saksi dan hasil investigasi, di beberapa kecelakaan terbaru, kendaraan yang terlibat hampir tidak meninggalkan jejak rem yang berarti. Minimnya tapak rem ini mengindikasikan dua kemungkinan: pengemudi tidak sadar ada bahaya, atau dia mengantuk sehingga reaksinya terlambat.
Contoh nyatanya terlihat dalam kecelakaan beruntun di KM 72 pada November 2025. Bus yang terlibat sama sekali tidak mengerem sebelum menabrak kendaraan di depannya. Pola serupa juga terjadi dalam sejumlah insiden sebelumnya, di mana sopir kehilangan kendali akibat kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh tanpa istirahat cukup.
Di musim mudik atau liburan panjang, kasus seperti ini biasanya meroket. Banyak pengemudi memaksakan diri menyetir berjam-jam tanpa jeda, meski sebenarnya rest area tersedia.
Artikel Terkait
Mengejar Work-Life Balance Justru Bikin Hidup Tak Bahagia?
Patung Bung Karno Miring di Alun-alun Indramayu, Angin Kencang Dituding Jadi Biang Kerok
Jejak Warung Madura: Menguak Ekosistem Bisnis Etnis di Ibukota
Densus 88 Ungkap Modus Baru Perekrutan Anak Lewat Gadget