Maut di Balik Kemulusan Tol Cipali: Ketika Jalan Lengang Justru Mematikan

- Kamis, 20 November 2025 | 04:15 WIB
Maut di Balik Kemulusan Tol Cipali: Ketika Jalan Lengang Justru Mematikan

Fakta ketiga yang bikin mirip: tingginya angka korban jiwa dan pola kecelakaan yang melibatkan banyak kendaraan. Beberapa kejadian belakangan ini menggambarkan betapa fatalnya benturan di ruas tol tersebut.

Pertama, kecelakaan beruntun di KM 72 (November 2025). Tabrakan melibatkan dua bus dan satu minibus, menewaskan lima orang dan melukai puluhan lainnya. Tabrakan terjadi beruntun karena kecepatan tinggi dan jarak antar kendaraan yang terlalu mepet.

Kedua, tabrakan minibus vs tronton di KM 187 (Agustus 2025). Tiga orang meninggal dalam insiden ini. Minibus diduga mencoba menyalip dari kiri—manuver yang sangat berisiko di jalan tol. Benturan dengan truk besar menyebabkan kerusakan parah di bagian depan kendaraan.

Ketiga, kecelakaan mobil keluarga di KM 142 (Maret 2025). Terjadi saat arus mudik, menewaskan satu orang termasuk seorang ibu hamil. Peristiwa ini menunjukkan bahwa korban bukan cuma penumpang bus, tapi juga pengguna mobil pribadi yang sering memaksakan perjalanan tanpa istirahat cukup.

Dari rangkaian kejadian itu, pola yang sama selalu muncul: kecepatan tinggi, respons pengemudi lambat, dan situasi lengang yang justru menimbulkan kecerobohan.

Lalu, Apa yang Perlu Diperbaiki?

Dari ketiga fakta tadi, ada beberapa hal yang mesti jadi perhatian bersama—baik pengelola jalan tol, aparat, maupun pengemudi.

Pertama, penegakan batas kecepatan harus lebih ketat. Cipali butuh pengawasan yang lebih tegas, misalnya dengan tilang otomatis atau pembatasan kecepatan dinamis. Tujuannya jelas: menekan selisih kecepatan ekstrem yang selama ini memicu kecelakaan.

Kedua, edukasi dan kewajiban istirahat bagi pengemudi. Untuk kendaraan umum dan angkutan jarak jauh, aturan istirahat wajib serta pemeriksaan kondisi sopir harus diterapkan. Ini penting untuk menekan risiko microsleep.

Ketiga, penataan infrastruktur pendukung. Titik-titik rawan perlu dipasangi pembatas pengaman atau barrier tambahan. Rest area juga harus mudah diakses dan nyaman agar pengemudi betah beristirahat.

Keempat, penerapan teknologi investigasi. Penggunaan pemindai 3D dan analisis kecelakaan yang canggih perlu terus dilakukan. Data yang dihasilkan bisa jadi dasar kebijakan keselamatan yang lebih efektif.

Intinya, akar masalah kecelakaan maut di Tol Cipali bukan terletak pada infrastrukturnya, melainkan pada perilaku berkendara, gap kecepatan, dan kelelahan pengemudi yang kerap diabaikan. Kecelakaan besar yang berulang dari tahun ke tahun harus jadi pengingat bagi semua: keselamatan di jalan tol bukan cuma urusan kendaraan, tapi juga kedisiplinan dan kesadaran setiap pengemudi.


Halaman:

Komentar