Dapatkah Istilah "Mukmin" Diberikan Makna Universal untuk Semua Pemeluk Agama?
Oleh: KH Abdul Wahab Ahmad
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةࣱ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَ أَخَوَیۡكُمۡۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." [Surat Al-Hujurat: 10]
Sebuah pertanyaan kritis muncul di ruang publik: mungkinkah kata "mukmin" dalam ayat suci Al-Qur'an dimaknai secara universal sebagai "orang beriman" terlepas dari agama yang dianutnya? Dengan kata lain, apakah konsep persaudaraan dalam ayat ini dapat diperluas cakupannya melampaui batas komunitas Muslim?
Gagasan ini tentu menarik untuk dikaji, terlebih di tengah upaya global menciptakan harmoni antarumat beragama. Namun, menurut analisis mendalam terhadap struktur bahasa dan konteks teologis Al-Qur'an, perluasan makna semacam ini justru berpotensi mengaburkan makna spesifik yang telah ditetapkan dalam doktrin Islam.
Kriteria Teologis yang Tegas
Dalam kerangka Islam, istilah "mukmin" bukan sekadar konsep abstrak tentang kepercayaan umum. Kata ini merujuk pada kriteria teologis yang terukur melalui Rukun Iman—keyakinan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir, serta takdir baik dan buruk.
Artikel Terkait
Prabowo Dikepung Cibiran, Komisi Polri Dikabarkan Hanya Satgas Ijazah Jokowi
Gugat Hak Waris, Tanda Durhaka atau Sikap Wajar?
Gelombang Pembatalan Wisata dan Film Jepang Guncang Hubungan China-Jepang
Tim Roy Suryo Tolak Wacana Damai Jimly, Desak Polri Usut Tuntas Dugaan Ijazah Palsu