Rektor UGM Tersandera Gagal Bayar Rp29 Miliar, Rismon: Siapa yang Bayar hingga Klaim Ijazah Jokowi Asli?

- Senin, 25 Agustus 2025 | 12:30 WIB
Rektor UGM Tersandera Gagal Bayar Rp29 Miliar, Rismon: Siapa yang Bayar hingga Klaim Ijazah Jokowi Asli?


MURIANETWORK.COM - 
Pakar digital forensik Rismon Sianipar ikut tanggapi pernyataan Rektor UGM Ova Emilia soal ijazah Jokowi.

Dikutip dari akun TikTok @Fufufafa, dikutip Minggu (24/8), disebut Rismon, Ova hanya berani podcast pernyataannya itu secara internal saja.

"Berani podcats secara internal itu kan menunjukkan kalian takut," katanya.

"Kalian takut keluar apa kelihatan makin bobroknya, semua nanti bisa dikorek orang gitu loh," sambung Rismon.

Menurut alumni UGM ini yang bongkar ijazah palsu Jokowi, UGM tidak bisa membungkam suara kebenaran.

"Kalian gak bakal bisa membungkam ini ya, jabatan kalian juga paling sebentar lagi gitu loh, mungkin banyak profesor UGM yang sudah gerah sekarang ini ya."

Rismon tantang Ova kenapa tidak mengakui saja ijazah Jokowi palsu.

"Kenapa gak mengaku saja, apalagi Rektor Ova Emilia ini tersandera kasus 29 miliar ya, DPR suaminya atau keluarganya itu yang gagal bayar 29 miliar," katanya.

Rismon pun mempertanyakan siapa yang membayar 29 miliar itu?

"Siapa yang membayar itu 29 miliar kalau sudah dibayar sekarang? Sementara LHKPN-nya Ova Emilia cuma Rp29 miliar hartanya, itu dijual untuk membayar gagal bayar," tanya Rismon.

"Bank BPR dari suaminya Rp29 miliar berarti harusnya miskin dia, kok itu semua bisa dia bayar, gitu loh," katanya.

"Pertanyaannya yang darimana dia bayar itu, jangan-jangan dari Praktikno, jangan-jangan dari Jokowi, kau tersandera sekarang itu ya."

Rismon pun mempertegas lagi kepada Ova, darimana uang Rp29 miliar gagal bayar ia dapatkan.

Menurutnya, entah suami atau keluarga, yang gagal bayar yang jelas orang yang dekat dengan Ova Emilia.

Menurutnya jika Ova mampu bayar gagal bayar Rp29 miliar, seharusnya harta kekayaan Rektor UGM itu nol rupiah sekarang.

"Harusnya anda sekarang ngontrak tidak punya apapun kalau semua harta anda jual," tanya Rismon.

Sebelumnya diberitakan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia mengklaim siap bertanggungjawab atas tagihan ganti rugi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akibat kegagalan PT BPR Tripilar Arthajaya.

Nama Ova masuk ke dalam jajaran mantan pengurus dan pemegang saham bank cilik yang bermarkas di Yogyakarta itu.

"Itu urusan bisnis keluarga yang sudah berlangsung sejak 2006 dan sampai sekarang masih berproses," kata Ova.

"Tentu saja kami akan bertanggungjawab atas putusan apapun yang dijatuhkan MA dalam gugatan perdata tersebut," sambungnya.

Adapun pembayaran kerugian sebesar Rp29 miliar disampaikan LPS melalui pengajuan eksekusi ke Pengadilan Negeri Yogyakarta untuk mantan pengurus dan pemegang saham BPR, yaitu Bambang Wahyudi, Djungtjik Arsan, dan Ova Emilia.

Ketiganya merupakan mantan direktur, komisaris dan pemegang saham pengendali BPR Tripilar serta Abdul Nasir alias Jang Keun Won selaku pihak terkait.

Nama-nama di atas selaku pihak tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan membayar ganti rugi yang diderita LPS selaku penggugat.

Putusan perkara nomor 190/Pdt.G/2017/PN Yyk diputus pada 1 Agustus 2018 dan diunggah ke direktori putusan Mahkamah Agung pada 20 September 2019.

"Dalam pokok perkara: mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III dan tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi yang diderita sebesar Rp.29.137.542.200,00," demikian tulis putusan PN Yogyakarta.

Direktur Eksekutif Hukum LPS Ary Zulfikar mengatakan para tergugat terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum, yang menyebabkan kerugian bagi LPS dan untuk itu para tergugat dihukum untuk membayar kerugian kepada LPS secara tanggung renteng sekitar Rp29,13 miliar.

"LPS tidak segan untuk melakukan tindakan hukum terhadap pengurus bank dan pemegang saham yang nakal. Kami minta agar pengurus dan pemegang saham dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus memenuhi prinsip kehati-hatian atau prudential banking dan melaksanakan tata kelola yang baik," ujarnya dalam keterangan resmi.***

Sumber: hukama

Komentar