Ada kabar besar dari dunia telekomunikasi Indonesia. PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) baru saja mengumumkan rencananya untuk bergabung dengan PT Eka Mas Republik. Bagi yang belum tahu, Eka Mas Republik ini adalah operator di balik layanan internet fiber optic MyRepublic, dan mereka sendiri merupakan anak usaha dari PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA).
Nantinya, MORA-lah yang akan menjadi entitas bertahan. Tapi namanya bakal berubah menjadi PT Ekamas Mora Republik Tbk. Jadi, meski MORA yang bertahan, identitas baru akan lahir dari penggabungan ini.
Lalu, bagaimana nilai kedua perusahaan ini ditakar? Sebuah laporan penilaian independen per 15 Desember 2025 memberikan gambaran. Nilai pasar saham MORA tercatat sekitar Rp10,2 triliun. Sedangkan Eka Mas Republik sedikit lebih tinggi, yakni Rp10,4 triliun.
Dari situ, ditetapkanlah rasio konversi untuk merger. Satu saham PT Eka Mas Republik setara dengan kira-kira 7.704 saham MORA. Angka ini jadi patokan utama dalam transaksi.
Namun begitu, konsekuensinya bagi pemegang saham MORA lama cukup signifikan. Mereka akan mengalami dilusi kepemilikan hingga 50,5 persen setelah merger rampung. Tentu saja, manajemen punya alasan. Mereka meyakini langkah ini akan membawa nilai tambah jangka panjang lewat skala usaha yang lebih besar dan sinergi operasional yang menggiurkan.
Peta kepemilikan pun bakal berubah total. Pasca-transaksi, kendali perusahaan akan beralih ke PT Innovate Mas Utama yang dimiliki DSSA bersama anak usahanya PT DSST Mas Gemilang dengan porsi 48,4 persen.
Di sisi lain, pemegang saham pengendali lama, PT Candrakarya Multikreasi, harus rela porsinya menyusut drastis. Dari semula 35,99 persen, tinggal menjadi 17,8 persen. Kepemilikan publik juga tak luput dari penyusutan, turun dari 33,83 persen menjadi 16,7 persen.
Rencana ini akan dibahas lebih lanjut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 25 Maret 2026. Jika semua berjalan mulus, tanggal efektif penggabungan ditargetkan pada 22 April 2026.
Lalu, bagaimana dengan pemegang saham minoritas yang tidak setuju? Perusahaan sudah menyiapkan skema buyback. Harga yang ditawarkan Rp432 per saham, dengan alokasi dana mencapai sekitar Rp1 triliun. Tapi, pembelian kembali ini dibatasi maksimal 10 persen dari total saham beredar sebelum merger.
Artikel Terkait
Dony Oskaria: 15.000 Huntara Segera Dibangun untuk Korban Bencana
Delapan Blok Migas Segara Dilelang Pekan Depan
Harita Nickel Raih Penghargaan Akuntabilitas, Buktikan Komitmen di Balik Setiap Ton Nikel
IHSG Tersungkur, Saham Baru PJHB Anjlok 35% di Pekan Suram