Namun begitu, ada satu hal yang mencolok. Target awal BEI untuk jumlah IPO tahun ini semula 66 perusahaan. Angka itu kemudian direvisi jadi 45. Kenyataannya, yang sudah benar-benar melantai baru 26 perusahaan. Artinya, ada selisih yang cukup signifikan.
Menanggapi hal ini, Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Barbon OJK, punya penjelasan. Menurutnya, penyesuaian target itu bukan hal yang negatif. Justru ini mencerminkan pergeseran fokus.
“OJK bersama BEI menekankan agar emiten yang melakukan IPO memiliki fundamental yang kuat, tata kelola yang baik, serta keberlanjutan usaha yang memadai, sehingga kredibilitas emiten tetap terjaga dan kepentingan investor terlindungi,” kata Inarno.
Jadi, kata kuncinya sekarang adalah kualitas, bukan sekadar mengejar kuantitas. Di sisi lain, kondisi pasar yang fluktuatif juga berpengaruh. Beberapa calon emiten memilih untuk menunggu waktu yang lebih tepat, menimbang strategi bisnis dan momentum pasar.
“OJK memandang dinamika ini sebagai bagian dari proses pendalaman pasar yang sehat dan berorientasi jangka panjang,” pungkas Inarno.
Singkatnya, meski antrian masih ada, jalan menuju panggung bursa kini lebih selektif. Semua pihak tampaknya sepakat, lebih baik lambat asal selamat dan berkualitas, ketimbang terburu-buru.
Artikel Terkait
Merger MORA dan MyRepublic Bentuk Raksasa Internet Baru, Saham Melesat 2.123%
Prabowo Serahkan Kunci Rumah Subsidi ke Guru, Nelayan, hingga Tukang Pijat di Serang
Antrean IPO BEI Didominasi Raksasa Aset, Target 2025 Belum Tercapai
Prabowo Ingatkan 29 Juta Warga Belum Punya Rumah, Serukan Pemerintah Bersih dan Kompak