Ia mencontohkan kebijakan pendukung yang dimaksud, seperti upaya serius meningkatkan produktivitas tenaga kerja, memberi insentif untuk investasi industri, dan memperkuat rantai pasok dalam negeri. Tanpa itu, jalan industri bisa terasa berat.
Sebelumnya, Saleh sudah menggarisbawahi sensitivitas sektor ini. Sebagai kontributor utama PDB industri dan ekspor manufaktur, perubahan kebijakan upah pasti beresonansi kuat. Pengaruhnya akan menyentuh tiga hal: biaya produksi, iklim investasi, dan dinamika penyerapan tenaga kerja.
Naiknya upah minimum entah karena perluasan rentang indeks atau hadirnya upah minimum sektoral pada akhirnya menaikkan biaya tenaga kerja secara struktural. Itu fakta yang tak terbantahkan.
Dan konsekuensinya? Dalam jangka pendek hingga menengah, kenaikan biaya ini berisiko menekan pertumbuhan output. Sektor padat karya akan paling merasakan dampaknya. Perusahaan pun cenderung jadi lebih hati-hati; ekspansi kapasitas dan perekrutan karyawan baru mungkin akan dipikirkan ulang.
"Strategi penyesuaian yang ditempuh pelaku usaha umumnya berfokus pada efisiensi, otomasi terbatas, atau rasionalisasi tenaga kerja," ujar Saleh.
Pilihan-pilihan seperti itu, meski masuk akal dari sisi bisnis, sayangnya bisa membatasi kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Sebuah dilema yang nyata di lapangan.
Artikel Terkait
Polisi Siapkan Contraflow di Tol Japek dan Jagorawi Jelang Libur Natal 2026
Menteri Keuangan Didesak Buka Kredit Murah untuk Selamatkan Industri Mebel
Greg Nwokolo Beri Sinyal Darurat ke PSSI: Indonesia Tak Butuh Proses Lagi!
Geo Dipa Pacu Pendapatan ke Rp1,07 Triliun, Andalkan Ekspansi PLTP