Memang, penurunan harga beras ini berjalan beriringan dengan peningkatan produksi di beberapa daerah. Ambil contoh Papua Selatan. Luas panen di sana pada 2025 melonjak hingga 80.124 hektare, atau naik hampir 70 persen dari tahun sebelumnya.
Tapi, ceritanya tidak semulus itu. Amran mengakui bahwa tantangan terberat justru ada di distribusi, khususnya untuk wilayah seperti Papua. Medannya sangat sulit. Ada daerah yang pasokan berasnya harus dikirim pakai pesawat. Bayangkan, beras diangkut dengan pesawat! Alternatif lain, pakai truk, tapi perjalanannya bisa makan waktu berhari-hari dengan risiko seperti truk tenggelam.
“Kami baru pulang dari Papua, karena Zona 3 itu Papua harga beras cukup tinggi, begitu kami ke lapangan, itu begitu berat medannya. Ada yang harus naik pesawat, bayangkan beras kirim pakai pesawat. Ada yang naik truk dan itu berhari-hari, tenggelam truknya,”
keluhnya.
Untuk jangka panjang, solusinya adalah memperkuat produksi lokal. Kebutuhan beras di Papua sekitar 660 ribu ton per tahun. Saat ini, pasokan lokal baru memenuhi 120 ribu ton. Artinya, masih ada defisit besar, sekitar 500 ribu ton, yang setara dengan perluasan lahan tanam seluas 100 ribu hektare. Target pemerintah cukup jelas.
"Inshaallah 2026 dan 2027 kita beresin,"
tutup Amran penuh keyakinan.
Artikel Terkait
Gagal Final SEA Games, Garuda Pertiwi Fokus Rebut Perunggu
Harga Pangan Turun Merata, Beras hingga Cabai Ikut Melandai
Harga Emas Antam Naik Tipis, 1 Gram Sentuh Rp2,46 Juta
Si Jago Merah Lumat Pasar Induk Kramat Jati, 80 Personel Dikerahkan