Proses pemulihan ini tak instan. Menurut Tony, progresnya akan berlanjut hingga pertengahan tahun 2026 nanti. Setelah itu, barulah operasional tambang bisa kembali maksimal.
"Rencana kerja kami di November dan Desember adalah membersihkan area, mempersiapkan kembali infrastruktur. Banyak yang rusak saat longsor terjadi. Butuh waktu sebelum kami bisa beroperasi seperti sedia kala."
Di sisi lain, ada kabar yang cukup menenangkan. Kinerja keuangan perusahaan ternyata masih bisa bertahan, bahkan terlihat solid. Apa pasal? Harga komoditas, khususnya emas, sedang tinggi-tingginya di pasar global.
Memang, volume produksi anjlok hampir 50%. Tapi, harga emas dunia justru melambung jauh di atas proyeksi. Dalam RKAB, harga emas diasumsikan USD1.900 per ons. Kenyataannya, harganya masih bertahan di level USD3.000 per ons.
"Jadi, meski produksi turun separuh, pendapatan kami tetap tinggi berkat kenaikan harga yang signifikan,"
tutup Tony.
Jadi, meski dihantam musibah, Freeport masih punya napas panjang. Tingginya harga emas menjadi penyelamat di saat produksi sedang terpuruk.
Artikel Terkait
BGN Desak Program Makan Gratis Buka Pintu untuk Petani dan UMKM
Malaysia Siap Cabut Akses Media Sosial bagi Remaja di Bawah 16 Tahun
Bapanas Genjot Distribusi Beras, Harga Dijamin Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
Freeport Pacu Produksi Emas, Targetkan 43 Ton pada 2029