Cerita sukses lain datang dari Banjarnegara. Rumah Mocaf Indonesia, produsen tepung singkong termodifikasi yang kini sudah menembus pasar ekspor. Usaha ini digawangi Riza Azyumarridha Azra, lulusan UGM yang tergerak melihat harga singkong anjlok sampai Rp200 per kg.
"Mengawalinya dari 2014-2015. Waktu itu tidak ada kepikiran untuk dijadikan bisnis, niatnya untuk memberdayakan masyarakat. Kemudian saya ajarkan soal tepung singkong ini ke petani secara cuma-cuma," kata Riza.
Tapi petani kesulitan menjual tepung mocaf. Akhirnya Riza memutuskan serius menggarap potensi singkong dengan konsep sociopreneur. Kini Rumah Mocaf Indonesia mempekerjakan 33 karyawan dan memproduksi 10 jenis produk olahan singkong dengan brand Mocafine.
"Waktu itu sempat putus asa memasarkan Mocafine, karena konsumen belum familiar dengan tepung singkong. Alhamdulillah Bank Indonesia datang untuk mengajak kami memasok tepung mocaf untuk paket sembako," kenang Riza.
Dukungan BI berlanjut dengan peralatan digital untuk pemasaran, partisipasi dalam ISEF yang menghasilkan pesanan ratusan ton dari buyer luar negeri, sampai bantuan mesin produksi. Kini rata-rata ekspor mereka mencapai 60 ton ke Turki, Dubai, Belanda, dan China.
Dampaknya riil. Banyak ibu-ibu ikut serta dalam produksi, sementara petani bisa menjual singkong dengan harga Rp15.000/kg – jauh lebih tinggi dari HET Kementan.
Komitmen Jangka Panjang
Kantor Perwakilan BI Purwokerto punya tanggung jawab besar. Mereka menaungi empat wilayah: Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Tugasnya tidak hanya mengatur sistem perbankan, tapi juga pengendalian inflasi dan pengembangan UMKM.
Christoveny, Kepala KPw BI Purwokerto, menjelaskan saat ini mereka membina lebih dari 180 UMKM dari berbagai sektor. "Beberapa UMKM kerajinan di Cilacap sudah ekspor. Ada juga UMKM kopi dan produk perikanan yang sudah ekspor. Tujuan binaan Bank Indonesia adalah go digital dan go global," ujarnya.
UMKM yang disasar biasanya sudah berjalan minimal dua tahun, punya potensi ekonomi lokal yang bisa dikembangkan, pelakunya berkomitmen tinggi, dan masih menghadapi kendala. "Bank Indonesia masuk untuk mengatasi kendala-kendala itu agar mereka dapat terus maju," tegas Christoveny.
Pembinaan yang diberikan bersifat berkelanjutan. Dua tahun pertama intensif, terus berjalan sampai lima tahun. Bahkan ketika UMKM sudah mandiri, pemantauan tetap dilakukan.
"Misalnya masuk dalam pembinaan. Mulai dari produktivitas, peningkatan kapasitas, kualitas, lalu pemenuhan sertifikasi. Lalu perluasan pasar, saat pasarnya sudah cukup luas, saatnya masuk (pasar) global," paparnya.
Kolaborasi dengan pemerintah daerah dan universitas setempat menjadi kunci. Di daerah seperti Banyumas yang perekonomiannya ditopang UMKM, perhatian khusus memang sangat dibutuhkan. Bukan sekadar program sesaat, tapi komitmen jangka panjang untuk mengangkat ekonomi akar rumput.
Artikel Terkait
Malaysia Siap Cabut Akses Media Sosial bagi Remaja di Bawah 16 Tahun
Bapanas Genjot Distribusi Beras, Harga Dijamin Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
Freeport Pacu Produksi Emas, Targetkan 43 Ton pada 2029
Di Balik Polemik Ijazah Capres: Arsip Asli Masih di Tangan Jokowi