UMKM Banyumas Merangkak Naik Kelas, Didorong Inovasi dan Dukungan Nyata

- Senin, 24 November 2025 | 13:15 WIB
UMKM Banyumas Merangkak Naik Kelas, Didorong Inovasi dan Dukungan Nyata

Perekonomian Kabupaten Banyumas di tahun 2023 ini masih bertumpu pada sektor industri dan usaha berskala kecil. Faktanya, hanya ada enam industri besar dan lima puluh lima usaha menengah yang tercatat di daerah ini. Jumlahnya sangat kecil dibandingkan puluhan ribu usaha mikro yang menjadi tulang punggung utama.

Data terbaru menunjukkan UMKM di Banyumas mencapai 89.553 unit. Yang menarik, lebih dari 90 persennya merupakan usaha skala kecil. Sementara itu, dari total 44.270 unit industri yang beroperasi, hanya 83 saja yang tergolong besar dan menengah. Angka-angka ini bicara banyak tentang siapa penggerak utama ekonomi lokal.

Di sisi lain, peran UMKM dan IKM jelas sangat sentral bagi kehidupan masyarakat Banyumas. Harapannya tentu saja usaha-usaha kecil ini bisa berkembang naik kelas secara bertahap. Tapi jalan menuju ke sana tidaklah mulus.

Masalahnya berlapis. Mulai dari modal yang seret sampai wawasan bisnis yang terbatas. Hal ini dirasakan betul oleh Slamet Hadipriyanto, generasi ketiga yang meneruskan Toko Batik Hadipriyanto sejak awal tahun 2000-an. Usaha batik yang sudah berusia lebih dari lima dekade ini bertahan dengan susah payah.

"Regenerasi perajin batik yang andal semakin sulit," keluh Slamet. Ditambah lagi, harga kain terus merangkak naik dari tahun ke tahun. Dia harus pintar-pintar menyesuaikan harga jual dengan biaya produksi dan upah perajin, sambil tetap memenuhi pesanan konsumen tepat waktu.

Di tengah keterbatasan itu, bantuan alat cetak untuk printing pola dasar batik dari Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan BI Purwokerto datang tepat waktu. Kini workshop-nya bisa mencetak pola dasar untuk 60 lembar kain dalam sehari. Cukup signifikan dibanding proses tulis canting manual yang memakan waktu jauh lebih lama.

Dari Sawah Organik sampai Ekspor Mancanegara

Batik Hadipriyanto bukan satu-satunya yang mendapat perhatian. Kelompok Tani Marsudi Lestari di Desa Dawuhan adalah contoh lain yang patut dicermati. Mereka membudidayakan padi organik dan berhasil swadaya berkat metode tanam bebas kimia yang diterapkan sejak 2017.

Kelompok beranggotakan 14 petani ini menggarap lahan seluas 5 hektare. Metode penanamannya mirip dengan padi non-organik, bedanya terletak pada penggunaan pupuk dan penghalau hama organik. Prosesnya tidak instan – butuh dua tahun untuk menyembuhkan lahan dan memulihkan kesuburan tanah.

Semua obat pertanian dibuat swadaya oleh anggota. Mulai dari Nitrobakteri untuk tanah, nutrisi agar bulir padi padat, penguat akar, sampai pestisida nabati. Bahan bakunya pun sederhana: jerami, sekam, dan limbah organik lainnya.

"Teman-teman dulu kena walang sangit itu bingung, sekarang dengan ada pupuk asap cair ini, sudah tidak khawatirnya. Kami baru buat asap cair ini setelah mesin penyulingannya ada," kata Slamet, Ketua Poktan Marsudi Lestari.

Meski urusan produksi sudah beres, tantangan pemasaran masih menghadang. Beras organik memang belum sepopuler beras biasa. Mereka harus menjajal semua saluran penjualan, termasuk e-commerce. Di sinilah Bank Indonesia turun tangan memberikan pembinaan tentang seluk-beluk penjualan online dan pengemasan standar.

Berkat mesin vacuum pemberian BI, Marsudi Lestari kini bisa mengemas beras organik dalam kemasan 1 kg untuk dijual online. Mereka bahkan sudah memasok beras organik ke Koperasi Desa Merah Putih di wilayahnya secara rutin.

"Harapannya kami bisa memasarkan ke petani lain, banyak teman-teman di luar ingin beli obat-obatan buatan kami. Namun saya tidak berani jual, karena harus ada izin dan labelnya," aku Slamet.


Halaman:

Komentar