Ubedilah menjelaskan bahwa dalam berbagai studi sosiologi korupsi, potensi praktik korupsi seringkali muncul ketika sebuah kebijakan dilakukan secara tertutup atau dirahasiakan dari publik.
"Di banyak studi tentang sosiologi korupsi memang salah satu potensi besar korupsi itu ketika kebijakan itu ditutupi atau dirahasiakan. Dari situ ketahuan atau indikasinya kuat bahwa pergeseran itu ada sesuatu," jelasnya.
Desakan untuk Investigasi oleh KPK
Ubedilah Badrun mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan investigasi mendalam. Ia meminta KPK menelusuri dugaan adanya transaksi keuangan mencurigakan antara pemerintah Indonesia dan China Development Bank (CDB) selaku pemberi pinjaman untuk proyek kereta cepat ini.
"Kenapa mereka bergeser dan berani menerima dengan bunga 2 persen bahkan sekarang 3,4 persen? Itu perlu ditelusuri pergeserannya," tegasnya.
Pembengkakan Biaya dan Perubahan Peraturan
Selain itu, Ubedilah juga menyoroti beberapa hal yang dinilai tidak wajar, seperti adanya perubahan peraturan presiden, harga proyek yang tidak masuk akal, dan terjadinya pembengkakan biaya proyek. Pembengkakan biaya tersebut disebut mencapai sekitar 1,6 miliar dolar AS atau setara dengan 20 triliun Rupiah.
"Pembengkakan ini kenapa, kemudian biaya dari mana? Itu perlu dibongkar," tandas Ubedilah menutup pernyataannya.
Artikel Terkait
Prabowo Gebrak Meja: Wisata Bencana Jadi Ujian Loyalitas Kabinet
Said Didu Beri Sinyal Bahaya: Kudeta Sunyi Mengintai Istana?
Prabowo Geram, Larang Pejabat Wisata Bencana
Banjir Bandang Sumatera: Penegakan Hukum atau Pencarian Kambing Hitam?