"Data para nasabah itu dimasukkan ke dalam aplikasi yang dibuat oleh (tenaga) IT-nya (JK). Kemudian disebarkan kepada para pelanggan yang berlangganan," jelas Arya lagi.
Ini yang berbahaya. Aplikasi itu ternyata bisa diakses siapa saja yang mau berlangganan, bukan cuma debt collector resmi. Imbasnya, data pribadi ribuan orang bisa berpindah tangan ke oknum yang tidak bertanggung jawab.
Arya menegaskan, situasi seperti ini membuka peluang lebar untuk aksi kriminalitas. Bayangkan saja, informasi detail debitur tersebar bebas.
"Jadi data nasabah ini bisa tersebar ke semua orang, sehingga tak hanya debt collector resmi yang bisa melihat data nasabah, tapi semua orang bisa melihatnya," pungkasnya.
Kasus ini menyisakan keprihatinan mendalam soal keamanan data pribadi di era digital. Bagaimana data yang seharusnya dilindungi justru diperjualbelikan dengan mudah, hanya lewat sebuah aplikasi.
Artikel Terkait
Gubernur Pramono Anung Periksa Kesehatan Sopir Jelang Arus Mudik Nataru
Megawati Cerita Detik-Detik Evakuasi Korban Tsunami Aceh yang Masih Bernyawa di Atas Pohon
Puncak Siap Hadapi Malam Tahun Baru dengan Car Free Night dan 3.300 Personel
Jaksa Agung Dukung OTT KPK, Janji Bersihkan Institusi dari Oknum Nakal