"Sikap ini menjadi kunci agar NU tetap kokoh sebagai jam'iyah diniyah ijtima'iyah yang berkhidmat untuk agama, bangsa, dan negara," ungkapnya.
Memang, kepatuhan ini adalah tanggung jawab moral seluruh pengurus. Namun begitu, itu bukan berarti menutup ruang untuk kritik atau dialog. Hanya saja, semuanya harus dilandasi niat baik: menjaga persatuan, bukannya malah mempertajam perpecahan.
Dinamika organisasi itu wajar, itu keniscayaan. Tapi bagi KH Shadiqul Amin, ada hal yang tak boleh dikalahkan: persatuan dan marwah jam'iyah harus selalu di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Di sisi lain, situasi saat ini mendorong dia untuk mengajak semua warga NU, khususnya di Lampung, kembali pada nilai-nilai dasar. "Yakni tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i'tidal (tegak lurus)," ajaknya.
Nilai-nilai luhur itu, katanya, hanya bisa hidup kalau diiringi sikap patuh pada pimpinan tertinggi. Juga kesediaan untuk menahan diri dari sikap-sikap yang berpotensi menggerogoti ukhuwah nahdliyah.
Pada akhirnya, menjaga kepatuhan kepada Rais Aam sama artinya dengan menjaga kesinambungan perjuangan para pendiri NU. Dengan berpegang teguh pada prinsip ini, NU diyakini akan tetap menjadi rumah besar yang teduh. Tempat bernaung bagi semua warganya, sekaligus pilar aktif dalam merawat persatuan umat dan keutuhan Indonesia.
Artikel Terkait
Gudang Kosmetik dan Obat di Bogor Ludes Terbakar, Kerugian Capai Rp1 Miliar
Verifikasi Ungkap Fakta di Balik Angka Korban Banjir Sumatera
Kemenbud Luncurkan 11 Jilid Sejarah Indonesia, Jawab Kerinduan Akan Narasi Utuh
Serangan ISIS di Palmyra Tewaskan Dua Tentara AS, Trump Siapkan Pembalasan