Di sisi lain, peran Kementerian Agama dinilai krusial. Singgih meminta Kemenag tak tinggal diam.
Dia mendorong sosialisasi yang lebih gencar tentang pentingnya pencatatan pernikahan di KUA. Tak cuma itu, dia juga menilai perlu ada regulasi khusus yang mengatur layanan pernikahan, terutama yang beroperasi di dunia maya. Mulai dari verifikasi penyedia jasa, pemberian izin operasional, hingga pengawasan konten yang ketat.
"Agar nikah siri tidak disalahgunakan, maka Kemenag harus meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya mencatatkan pernikahan ke KUA. Kemenag juga harus membuat regulasi khusus untuk layanan nikah di media sosial misalnya verifikasi penyedia jasa, izin operasional, dan pengawasan konten," ujarnya.
Dengan langkah-langkah konkret itu, negara diharapkan bisa benar-benar hadir. Terutama untuk melindungi hak-hak perempuan yang seringkali menjadi korban dalam praktik nikah siri yang tak tercatat.
"Dengan adanya aturan-aturan dari Kemenag, negara bisa melindungi perempuan jika terjadi perselisihan, pasangan nikah siri tetap bisa menuntut haknya (anak, nafkah, warisan) jika status pernikahan jelas dan diakui," pungkas Singgih.
Jadi, meski statusnya siri, hak-hak dasar mereka harus tetap punya pijakan hukum yang kuat.
Artikel Terkait
Pujian dari Madinah: Pengelola Masjid Nabawi Apresiasi Kedisiplinan Jemaah Indonesia
Hari Guru Nasional 2025: Sekolah Tetap Beraktivitas, Tak Ada Libur
Semeru Muntahkan 44 Kali Letusan dalam 6 Jam, Status Awas Tetap Berlaku
Kecelakaan di Tol Lampung Bocorkan Puluhan Ribu Ekstasi, Sopir Raib