RKUHAP di Ujung Tanduk: Ketika Disrupsi Informasi Mengubur Substansi Hukum

- Rabu, 19 November 2025 | 10:55 WIB
RKUHAP di Ujung Tanduk: Ketika Disrupsi Informasi Mengubur Substansi Hukum

RKUHAP dan Tantangan Literasi Hukum di Era Disrupsi Informasi

JAKARTA - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang menandai babak baru reformasi sistem peradilan Indonesia. Namun, gelombang diskusi publik justru lebih didominasi oleh narasi permukaan ketimbang pembahasan substantif mengenai terobosan doktrin hukum yang diusung.

Dalam ruang digital kontemporer, kritik berbasis akademik tercampur dengan kekhawatiran yang muncul dari pembacaan parsial terhadap pasal-pasal tertentu. Potongan teks tanpa konteks dengan mudah berubah menjadi narasi ancaman, sementara penjelasan normatif yang komprehensif justru tenggelam dalam hiruk-pikuk informasi.

"Velocity of Communication (VoCo) menjelaskan bagaimana percepatan arus informasi telah melampaui kapasitas verifikasi publik. Dalam kerangka ini, persepsi lebih sering dibentuk oleh cara penyebaran informasi daripada substansi kebijakan itu sendiri," tulis analis.

Fenomena ini mengikuti pola velocity of communication (VoCo), di mana kecepatan penyebaran informasi mengalahkan kemampuan publik melakukan verifikasi dan analisis mendalam. Respons masyarakat terhadap RKUHAP menjadi contoh nyata bagaimana logika ini bekerja dalam praktik.

Pembaruan Substantif yang Terabaikan

Padahal, pembacaan komprehensif terhadap naskah RKUHAP justru mengungkap berbagai terobosan progresif. Kitab Hukum Acara Pidana warisan era transisi politik empat dekade silam dinilai telah kehilangan relevansi dengan perkembangan hukum modern.

"KUHAP lama mengandung banyak kelemahan struktural, mulai dari ambiguitas kewenangan penyidik, perlindungan hak tersangka yang lemah, hingga ketidaksesuaian dengan prinsip fair trial dan due process of law," jelas pakar hukum.

RKUHAP menawarkan koreksi fundamental melalui penguatan peran penasihat hukum sejak dini, mekanisme kontrol terhadap upaya paksa, standarisasi penahanan, dan revitalisasi lembaga praperadilan. Seluruhnya ditujukan untuk memperkuat perlindungan hak prosedural warga negara.

Modernisasi Sistem Peradilan


Halaman:

Komentar