Pendidikan Moral Menurut Emile Durkheim: Relevansinya di Era Digital
Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi merupakan institusi sosial yang membentuk nilai-nilai kolektif dalam masyarakat. Konsep ini telah dikemukakan oleh sosiolog klasik Emile Durkheim yang menempatkan pendidikan sebagai agen utama sosialisasi moral.
Fungsi Pendidikan Moral Menurut Durkheim
Emile Durkheim memandang sekolah sebagai institusi primer yang membentuk kesadaran kolektif. Menurut teorinya, sekolah berperan menjembatani kebutuhan individu dengan solidaritas sosial melalui tiga pilar utama:
- Disiplin - Membangun keteraturan dan pengendalian diri
- Keterikatan Kelompok - Mengembangkan rasa memiliki dan solidaritas
- Otonomi Moral - Kemampuan bertindak berdasarkan pertimbangan etis mandiri
Tantangan Pendidikan Moral di Abad 21
Di era digital, pemikiran Durkheim menghadapi dua tantangan utama. Pertama, bagaimana sekolah mempertahankan fungsi integratif di masyarakat yang semakin beragam. Kedua, bagaimana menanamkan nilai moral ketika anak-anak memiliki kehidupan sosial paralel di ruang digital yang melintasi batas norma lokal.
Implementasi di Konteks Indonesia
Praktik pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa sekolah masih dipandang sebagai pembentuk karakter, namun menghadapi kendala implementasi. Kurikulum yang padat materi, guru yang kurang diberdayakan untuk tugas pedagogis moral, dan tekanan sistem kompetitif sering melemahkan tujuan integratif pendidikan.
Peran Guru sebagai Agen Moral
Durkheim menekankan peran guru sebagai agen moral, bukan sekadar pengajar kognitif. Namun, tuntutan administratif dan regulasi yang ketat dapat membatasi inisiatif guru dalam pendidikan moral yang kontekstual dan kreatif.
Artikel Terkait
Cuaca Ekstrem dan Masalah Teknis Picu Kekacauan Penerbangan di Bandara Riyadh
Bupati Bekasi Ditahan KPK, Minta Maaf ke Warga Usai Terjerat Kasus Ijon
Cek Rp28 Miliar untuk Pahlawan Biasa di Ranjang Rumah Sakit Sydney
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatera Tembus 1.071 Jiwa