Arman membaca dokumen berisi istilah-istilah seperti 'optimalisasi aset' dan 'efisiensi' yang menyembunyikan makna penyerahan kendali. "Dulu kami menyebut proyek ini kebanggaan nasional," ujarnya.
Liang menjelaskan filosofi bisnisnya: "Dunia tidak lagi mengenal perang. Kini, yang menaklukkan adalah kontrak. Dan yang kalah adalah mereka yang menandatangani dengan tangan gemetar."
Babak ini mengungkap strategi akuisisi modern dan pergeseran kekuatan ekonomi global.
Babak III – Refleksi Kedaulatan
Menjelang tengah malam, percakapan berlanjut dengan refleksi mendalam tentang kedaulatan ekonomi. Liang berargumen: "Negaramu kaya akan sumber daya, tapi miskin kesabaran. Kalian ingin cepat — cepat bangun, cepat untung, cepat diakui."
Arman menyadari kebenaran pernyataan itu. Nasionalisme ekonomi tanpa strategi jangka panjang hanya menjadi peluang investasi bagi pihak asing. Sebelum pergi, Liang meninggalkan kartu nama dengan penawaran terakhir: "Lebih baik kehilangan sebagian saham daripada kehilangan seluruh muka di hadapan rakyatmu."
Epilog – Catatan di Buku Harian
Di kamar hotelnya, Arman menulis refleksi akhir: "Bangsa yang besar tidak takut mengakui kesalahannya, tetapi lebih berbahaya jika kesalahan itu dijadikan alasan untuk menyerahkan kendali strategisnya."
Pengamatan penutupnya menyoroti realitas baru globalisasi: "Penjajahan kini tak lagi memakai serdadu, tapi spreadsheet dan opini publik."
Karya fiksi ini mengeksplorasi tema kedaulatan ekonomi, negosiasi bisnis internasional, dan dinamika kekuatan global dalam konteks pembangunan infrastruktur nasional.
Artikel Terkait
Sri Sultan HB X Buka Suara: Perempuan Bisa Jadi Raja Keraton Yogyakarta?
Tragis! Mobil Mewah Lexus Tergilas Pohon Tumbang di Pondok Indah, 1 Nyawa Melayang
Jalan Rusak di Jakut Ini Bikin Mobil Terperosok, Ternyata Ada Hikmah Mengejutkan Sejak Era Ahok!
Detik-Detik Haru PM Xanana Gusmao Berurai Air Mata di Pelantikan Timor Leste sebagai Anggota ASEAN