Tanda Perang Akan Kembali

- Rabu, 02 Juli 2025 | 07:40 WIB
Tanda Perang Akan Kembali

Sementara itu di pihak seberang, Iran tampak sedang bermain catur. Serangan balasan mereka selama konflik Juni terbilang “bermartabat”: kirim drone ke pangkalan Al-Udeid di Qatar (yang kebetulan milik AS), ganggu sinyal satelit, dan mengirim ancaman ke langit-langit diplomasi.


Tapi jangan salah: di balik layar, IRGC (Korps Garda Revolusi Islam) kini diisi pemain-pemain baru yang menurut para analis jauh lebih agresif dan jauh lebih “tidak sabaran.” Mereka adalah generasi muda yang digembleng dengan ideologi kesyahidan dan glorifikasi imperium Iran.


Dan jangan lupakan variabel paling eksplosif dari semuanya: nuklir. Iran mungkin sedang berpikir keras, “Kalau Korea Utara bisa selamat karena nuklir, kenapa kami tidak?” Dunia mungkin berpikir ini gila. Tapi bagi mereka, ini logika bertahan hidup. Negara sebesar Amerika dan Eropa boleh sombong, tapi Iran rupanya bukan kaleng-kaleng.


Namun jangan salah sangka. Di balik kata “gencatan senjata” yang terdengar manis seperti janji kampanye, kenyataannya situasi lebih mirip perjanjian dua preman pasar: kita damai, tapi kalau _lo nyenggol, gua ledakin._


Laporan dari Newsweek menyebutkan bahwa hanya beberapa hari setelah kesepakatan gencatan senjata diteken oleh Presiden Trump (tentu dengan gaya dramatis dan caps lock), keduanya sudah mulai saling tuding dan saling tembak.


Iran mengebom Beersheba dan bilang, “Itu sebelum gencatan, sumpah.” Israel tak kalah responsif: “Kita balas dong, pakai airstrike presisi. Kan presisi, jadi boleh.” Bahkan beberapa drone misterius beterbangan di atas Iran, entah kiriman siapa --mungkin dari Mossad, mungkin dari lapak online.


Dan ini belum masuk ke bab covert operation, alias operasi diam-diam yang tak pernah benar-benar diam. Iran mengklaim telah menangkap lebih dari 700 orang yang katanya kerja sambilan sebagai agen Mossad. Ada yang diadili dengan tuduhan mata-mata, beberapa bahkan sudah dihukum mati dengan cara digantung.


Sementara itu, pembunuhan ilmuwan nuklir, ledakan misterius, dan bom mobil jadi rutinitas terjadi di Iran, seperti sinetron yang tayang tiap malam. Kalau Anda pikir ini cerita film, salah. Ini berita. Dan sayangnya, berdasarkan kisah nyata.


Lalu ada pula parade retorika. Netanyahu menyebut operasi terakhir sebagai “kemenangan bersejarah,” seolah-olah ia baru saja menang olimpiade. Tak mau kalah, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyebut serangan balik Iran sebagai “kemenangan besar.”


Meski apa yang dimenangkan tidak terlalu jelas --selain harga minyak yang ikut naik. Keduanya tampak sedang lomba pidato dengan tema “Siapa Paling Suka Perang?”, lengkap dengan jargon dan dada dibusungkan.


Sementara itu, kata para analis, program nuklir Iran masih hidup dan sehat, meski sempat digebukin Israel dan AS. Malah kini lebih tersembunyi dan sulit dilacak. IAEA dibatasi aksesnya, dan persediaan uranium Iran makin banyak.


Bahasa kerennya: enrichment, alias pengayaan uranium, terus berjalan. Kalau ini terus dibiarkan, Israel bisa saja besok kembali berteriak, “Nuclear! Danger! Strike!” dan kita semua kembali ke babak baru drama Timur Tengah ini -- episode ke-999.


Walakin, artikel ini tidak untuk jualan bom, tidak menawarkan solusi instan, dan tidak dibayar oleh Pentagon. Tapi ia mengingatkan kita: jika dunia terus membiarkan dendam ditambal dengan bom, maka satu-satunya yang akan tumbuh bukan perdamaian, tapi pasar senjata.


Dan seperti yang kita tahu, pasar ini tidak pernah tutup -- apalagi saat sedang diskon konflik--. Itu semua pertanda permainan perang belum akan pernah benar-benar tutup layar.



(Penulis adalah wartawan senior)


Halaman:

Komentar