Kepala Desa Beraksi Lagi, Kali Ini Tuntut Kendali Penuh atas Dana Desa

- Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:06 WIB
Kepala Desa Beraksi Lagi, Kali Ini Tuntut Kendali Penuh atas Dana Desa

Jakarta kembali ramai oleh aksi para kepala desa di penghujung 2025. Tapi kali ini, tuntutan mereka sudah berbeda. Bukan lagi soal perpanjangan masa jabatan yang sempat memanas pada 2022-2024, melainkan sesuatu yang lebih mendasar: siapa sebenarnya yang mengendalikan uang desa? Pergeseran ini menunjukkan sebuah kesadaran baru. Kekuasaan tanpa kendali atas anggaran, ujung-ujungnya cuma simbol belaka.

Memang, perjuangan untuk masa jabatan sembilan tahun punya sejarah panjang. Selama bertahun-tahun, berbagai asosiasi kepala desa mengeluh. Masa jabatan enam tahun dinilai terlalu singkat, tidak sebanding dengan beban kerja yang makin berat dan kompleksnya mengelola dana desa yang jumlahnya tidak sedikit.

Aksi nasional yang beruntun akhirnya berbuah. Negara merespons dengan merevisi Undang-Undang Desa. Namun begitu, setelah isu jabatan beres, masalah sesungguhnya justru kian jelas. Desa ternyata belum benar-benar berdaulat menentukan jalan pembangunannya sendiri.

Semuanya bermuara pada anggaran. Di tahun 2025, dana desa secara nasional menembus angka lebih dari Rp70 triliun. Jumlah yang fantastis, bukan? Tapi ruang untuk desa mengatur uangnya sendiri justru makin sempit.

Skema earmarking mengikat dana itu ketat pada pos-pos tertentu. Mulai dari BLT, ketahanan pangan, penanganan stunting, sampai program prioritas nasional lainnya. Akibatnya, desa kerap kelabakan. Mereka sulit merespons kebutuhan mendesak warganya yang sangat spesifik dan lokal sifatnya.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 semakin mempertegas pola ini. Aturan ini mengatur detail prioritas dan mekanisme penggunaan dana desa. Dari sudut pandang tata kelola keuangan negara, langkah ini bisa dimengerti.

Apalagi, di bawah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, kebijakan fiskal nasional memang menekankan disiplin anggaran yang ketat. Tujuannya jelas: menjaga defisit dan stabilitas makro.

PMK 81/2025 bisa dilihat sebagai upaya pemerintah memastikan setiap rupiah terserap dengan terukur. Tapi di lapangan, niat baik ini menimbulkan persoalan baru. Bagi banyak kepala desa, aturan teknis yang detail itu terasa seperti belenggu.


Halaman:

Komentar