Demokrasi di Ujung Tanduk: Kembalinya Siklus Korupsi Kepala Daerah

- Jumat, 19 Desember 2025 | 17:06 WIB
Demokrasi di Ujung Tanduk: Kembalinya Siklus Korupsi Kepala Daerah

Lalu, Solusinya Apa?

Masalah utama kita adalah negara kerap berpuas diri pada tahap penindakan. Padahal, tanpa membenahi sistem, OTT hanyalah ritual tahunan yang tak menyelesaikan akar masalah. Beberapa langkah mendesak harus segera dipertimbangkan.

Pertama, soal biaya politik. Ini akar segala kejahatan. Selama pilkada mahal, korupsi pasca-jabatan akan selalu ada alasannya. Perlu keberanian politik untuk mereformasi pembiayaan kampanye secara total. Perkuat pembiayaan publik, audit yang ketat, dan tindakan tegas terhadap praktik "mahar" yang sudah jadi rahasia umum.

Kedua, kekuasaan kepala daerah harus dibatasi dan didistribusikan ulang. Konsentrasi wewenang yang terlalu besar itu berbahaya. Proyek strategis dan perizinan bernilai tinggi harus dikelola dengan mekanisme kolektif yang transparan, bukan lewat keputusan satu orang.

Ketiga, pengawasan internal. Inspektorat daerah harus benar-benar independen, bukan sekadar stempel atas nama bupati atau gubernur. Hasil pemeriksaan BPK dan inspektorat harus terbuka untuk publik, agar kontrol sosial bisa bekerja.

Keempat, transparansi mutlak. Sistem pengadaan elektronik dan penganggaran elektronik harus dijalankan dengan sungguh-sungguh, bukan sebagai formalitas belaka. Isi jabatan di birokrasi pun harus murni berdasarkan kompetensi, bukan balas jasa politik.

Kelima, konsistensi. Penegakan hukum pidana harus berjalan beriringan dengan sanksi politik yang membuat jera. Pelaku korupsi harus kehilangan hak politiknya. Tanpa itu, korupsi hanya akan dilihat sebagai risiko pekerjaan, bukan kejahatan yang memalukan.

Akhir tahun seharusnya bukan sekadar perayaan atas penangkapan. Rentetan kasus ini adalah alarm peringatan bahwa pondasi demokrasi kita di daerah sedang keropos. Regulasi numpuk, lembaga berdiri, tapi niat untuk membongkar persoalan dari akarnya kerap setengah hati.

Jika siklus korupsi kepala daerah ini terus berulang, yang gagal bukan cuma oknum pejabatnya. Sistemnyalah yang bobrok. Sistem yang membiarkan kekuasaan tak terkontrol dan biaya politik tak terbendung. Tanpa perubahan mendasar, kita hanya akan terus disuguhi kejutan pahit setiap akhir tahun, sementara negara terus membayar utang korupsi yang tak pernah lunas.


Halaman:

Komentar