Dua hal ini disebut khusus karena mereka mewakili dua sisi manusia. Sabar mewakili amalan batin keteguhan jiwa. Shalat mewakili amalan lahir ketundukan fisik dan hati. Dalam shalat ada rasa khusyuk, ada pengakuan akan keagungan Allah.
Bagian akhir ayat, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar,” itu janji. Siapa yang ditolong Allah, nggak akan ada yang bisa mengalahkannya. Sebaliknya, orang yang hilang kesabaran, hatinya akan gelisah terus. Punya segalanya pun rasanya hampa.
Al-Qurṭubī dalam Jami’ li Ahkam al-Qur’an juga punya sudut pandang. Menurutnya, ash-shabr berarti menahan diri dan mengokohkan jiwa agar tetap teguh dalam ketaatan dan nggak goyah oleh musibah. Ash-shalah disebut khusus karena ia ibadah paling utama, sumber ketenangan. Lewat shalat, seorang mukmin ngobrol langsung dengan Allah. Beban hidup pun terasa lebih ringan.
Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menambahkan. Hidup ini, katanya, kadang nikmatnya datang bareng cobaan. Tapi nggak ada cara yang lebih ampuh untuk hadapi cobaan dan lawan musuh selain dengan sabar dan shalat. Dalam sabar ada kekuatan jiwa. Dalam shalat ada ketenangan. Allah akan selalu menyertai orang sabar dengan pertolongan dan dukungan-Nya.
Intinya, hidup seorang hamba berputar di dua keadaan. Saat dapat nikmat, disyukuri. Saat diuji, disabari. Nggak ada keberhasilan entah urusan pribadi atau perjuangan besar yang bisa diraih tanpa kesabaran yang terjaga.
Shalat, di sisi lain, adalah inti ibadah. Tempat kita mengadu, merasakan kedekatan, dan dapatkan ketenangan. Ia jadi pelindung saat gelisah, jalan keluar saat sempit. Allah sebut sabar karena itu ujian terberat bagi jiwa. Allah sebut shalat karena itu amalan lahir yang butuh penyerahan total melepas sejenak hiruk-pikuk dunia.
Apa yang Bisa Kita Ambil?
Pertama, Allah mengakui bahwa ujian hidup itu nyata. Dia nggak suruh kita pura-pura kuat, tapi kasih cara konkret untuk menghadapinya.
Kedua, sabar itu kemampuan mental. Bukan cuma nahan emosi, tapi juga mengelolanya dan tetap berpikir jernih.
Ketiga, shalat itu ruang pemulihan. Ia mengembalikan kestabilan pikiran dan hati yang semrawut.
Keempat, janji kebersamaan Allah itu khusus untuk orang sabar. Sebuah ketenangan yang nggak bisa diganti oleh motivasi seminar mana pun.
Kelima, ayat ini sangat relevan di era sekarang. Ia tawarkan solusi untuk stres, kecemasan, dan burnout yang banyak dialami.
Terakhir, sabar dan shalat itu dua pilar kesehatan mental yang saling melengkapi. Sabar jaga emosi, shalat tenangkan jiwa.
Penutup
Jadi, Surah Al-Baqarah ayat 153 ini memberikan fondasi kokoh untuk kesehatan mental dalam Islam. Dari penafsiran para ulama, kita paham bahwa sabar itu sikap aktif, bukan pasif. Shalat itu ruang pemulihan spiritual, bukan sekadar ritual.
Ayat ini hadir tepat di tengah pembahasan soal ujian. Ia mengingatkan, kita butuh fondasi batin yang kuat untuk tetap tegak. Dengan mengamalkan sabar dan shalat secara benar, seorang mukmin bukan cuma punya ketahanan mental yang baik, tapi juga hubungan yang semakin dekat dengan Sang Pencipta.
"Penulis adalah mahasiswa Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Universitas PTIQ Jakarta.
Artikel Terkait
TikTok Lepas 80 Persen Saham AS demi Hindari Larangan Total
Suruh Orang Lain Berbuat Baik, Diri Sendiri Lupa?
Jembatan Teupin Reudeup Akhirnya Dibuka, Warga Aceh Lepas dari Isolasi
Adaro dan Mitra Salurkan Bantuan Rp 10 Miliar untuk Korban Bencana di Sumatera