Namun begitu, ada pengecualian. Kalau tidurnya dalam posisi duduk dengan pantat menempel tanah, wudhu tidak batal. Konon, beberapa sahabat Nabi pernah ketiduran begitu usai maghrib. Saat bangun untuk shalat Isya, mereka langsung shalat tanpa wudhu ulang. Rasulullah pun membiarkannya.
Ketiga, bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan non-mahram yang sudah baligh, tanpa penghalang. Ini membatalkan wudhu keduanya. Sentuhannya bisa sengaja, tidak sengaja, bahkan dalam keadaan lupa. Berlaku juga untuk mayat, kecuali mayat yang sudah dimandikan dan dikafani menyentuhnya saat memandikan jenazah muslim tidak membatalkan wudhu.
Nah, yang dianggap "kulit" di sini mencakup gusi dan lidah. Sedangkan rambut, kuku, dan gigi tidak. Lalu, siapa saja yang termasuk mahram yang tidak membatalkan? Mereka adalah orang-orang yang haram dinikahi selamanya karena nasab, persusuan, atau pernikahan. Misalnya ibu, nenek, anak perempuan, saudara perempuan kandung, bibi, atau ibu susuan.
Keempat, menyentuh qubul atau dubur milik sendiri atau orang lain dengan bagian dalam telapak tangan atau jari. Yang batal adalah wudhu orang yang menyentuh, bukan yang disentuh. Baik sengaja maupun tidak, kepada orang hidup atau mayat.
Jadi, kalau kita tarik benang merahnya, terkena najis tidak membatalkan wudhu. Hanya saja, untuk bisa melaksanakan ibadah, najis itu wajib dibersihkan dulu dari badan atau pakaian. Setelah bersih, kita tidak perlu wudhu lagi. Cukup lanjutkan ibadah. Gitu aja.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Desti Ritdamaya
Praktisi Pendidikan.
Artikel Terkait
Kebun Ganja di Rumah Kontrakan Jombang Digerebek, Pelaku Terancam Hukuman Mati
Delapan Jam Diperiksa KPK, Gus Yaqut Bungkam Soal Dugaan Korupsi Kuota Haji
Sejarah Bukan untuk Dihafal, Tapi untuk Dipahami: Mengapa Pendekatan Kritis Lebih Bermakna
Gelondongan Ilegal di Tengah Banjir: Warga Terjepit, Negara Terlambat