Pernyataan senada datang dari Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad. Dia menegaskan kegiatan ini lahir murni dari kesadaran kolektif, sebuah gerakan moral yang tulus.
Abu melihat bencana sebagai ujian keimanan sekaligus peluang memperkuat solidaritas. Dia mengingatkan para mahasiswa untuk selalu memadukan ilmu dan adab dalam setiap aksi sosial. “Tanpa adab, seseorang bagai pasien yang ditinggalkan tanpa obat,” katanya. Deklarasi Peduli Kemanusiaan yang dibacakan bersama tokoh lintas agama menjadi bukti nyata bahwa perbedaan keyakinan bukanlah batas untuk peduli.
Sebagai tuan rumah, Rektor UIN Jakarta Asep Saepudin Jahar tak menyembunyikan kebanggaannya. Dia menilai momen ini penting untuk menggugah kesadaran sosial seluruh civitas akademika. Komitmen kampus tidak berhenti di donasi. UIN Jakarta telah mengirimkan relawan dari berbagai unit seperti Ramita, Arkadia, dan PNI ke wilayah terdampak, khususnya Sumatra Barat. Bahkan, tambahan relawan dari Pramuka dan Menwa juga disiapkan.
Menceritakan kondisi lapangan, Asep menggambarkan situasi yang masih sangat memprihatinkan. Akses jalan terputus, banyak keluarga kehilangan rumah dan barang-barang dasar.
Pada akhirnya, Aksi Peduli Sumatra ini lebih dari sekadar angka miliaran rupiah. Ia menjadi ruang edukasi sosial yang hidup bagi mahasiswa. Sebuah pelajaran tentang bagaimana ilmu, empati, dan kepedulian harus berjalan beriringan. Untuk kemanusiaan, dan tentu saja, untuk Indonesia.
Artikel Terkait
Di Balik Jeruji, Ferdy Sambo Berkhotbah tentang Kebebasan
Ancaman Pisah dari NKRI Menggantung, Nias Tertekan Usai Bencana dan Kelambanan Pusat
Raffi Ahmad Ungkap Momen Hati Rafathar Luluh Saat Pertemuan Pertama dengan Lily
Ketika Motor Tabrak Babi: Denda Adat yang Lebih Mahal dari Kendaraan Itu Sendiri