Misalnya, kalau nikah di gereja, Catatan Sipil akan mencatatnya sebagai pernikahan Kristen. Kalau di pura, ya dicatat sebagai pernikahan Hindu. Begitu seterusnya. Mekanisme ini seperti memaksa pasangan untuk "memilih" salah satu identitas agama untuk kepentingan administratif.
Buat yang masih kepikiran atau "kebelet" untuk menikah beda agama dan berharap ada perubahan regulasi, saran saya sih, jangan terlalu berharap dengan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Peluang ditolaknya sangat besar.
Alasannya berakar pada konstitusi. Pasal 1 UUD 1945 menyatakan negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip ini yang jadi landasan.
Memang, Indonesia bukan negara agama. Namun di sisi lain, negara punya kewajiban untuk melindungi sekaligus mengatur tata cara pelaksanaan ibadah umat beragama yang diakui. Nah, selama agama-agama tersebut punya aturan yang melarang pernikahan beda keyakinan, maka negara pun tidak akan mudah mencabut larangan yang ada. Mustahil rasanya memaksa negara untuk bertindak melawan prinsip agama yang justru dilindunginya.
(AL FATIN)
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam