Gambar ini saya temukan di TikTok, diunggah oleh seorang sesama pengguna yang berbagi cerita. Kisahnya tentang pernikahan beda agama di awal 2025, yang akhirnya berujung perceraian di ruang sidang ini. Cukup singkat, tapi sarat cerita.
Pernikahannya dulu digelar di gereja, dengan gaun putih nan anggun. Uniknya, resepsinya justru diadakan di sebuah gedung, dan sang mempelai wanita mengenakan jilbab yang cantik. Sebuah perpaduan visual yang kontras.
"Konsepnya nasi campur, semua dicampur, yang penting aku suka," tulisnya disertai emoji tertawa. Kalimat yang terkesan santai, tapi mungkin menyimpan kompleksitas yang tak terucap.
Nah, latar foto yang dia bagikan adalah ruang sidang Pengadilan Negeri bisa dikenali dari jubah hakim berwarna merah. Detail kecil ini sebenarnya kunci. Kenapa? Karena perceraiannya diproses di sini, bukan di Pengadilan Agama. Itu artinya, pernikahan mereka dulu tercatat secara hukum sebagai pernikahan Kristen.
Logikanya begini: Pengadilan Agama hanya berwenang menangani perceraian dari perkawinan yang dilangsungkan secara Islam. Jadi, kalau urusannya di PN, sudah pasti pencatatan awalnya bukan Islam.
Di sinilah persoalannya mulai jelas. Sistem pencatatan sipil kita, mau tak mau, tidak benar-benar mengakomodasi konsep "pernikahan beda agama" sebagai entitas tersendiri. Praktiknya, pencatatan akan mengikuti agama di mana prosesi pernikahan itu dilaksanakan.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam