“Hasilnya saya pasok ke pasar tradisional sama ke pedagang nasi langganan,” ujarnya.
Pelanggannya itu yang menjadi tumpuan. Dari sepetak tanah di tengah kepadatan kota, Akim mengandalkan ketekunan dan konsistensi untuk menghidupi keluarga.
Tapi, bertani di daerah pesisir seperti Papanggo punya tantangan sendiri. Lokasinya yang dekat laut bikin Akim harus pinter-pinter mengatur waktu. Air penyiramannya berasal dari aliran kali yang nyambung langsung ke laut.
Nah, masalah muncul kalau air laut sedang pasang. Kadar garamnya naik, dan itu berisiko merusak tanaman sayuran. Solusinya? Akim sering terpaksa menunggu sampai sore, saat air mulai surut, baru ia bisa menyiram dengan air yang lebih bersih. Sebuah kewaspadaan ekstra yang harus dilakukan demi menjaga kualitas daun kemanginya.
Artikel Terkait
Billie Eilish Berhadapan dengan Miliarder AS, Tegaskan Dukungan untuk Palestina Tak Bisa Ditawar
Sjafrie Siap Berantas Pengkhianat di Balik Tambang Indonesia
UIKA Championship 2025 Sukses Digelar, Siap Naik Kelas Jadi Ajang Internasional
Cak Imin: Banjir Sumatera Alarm Keras Kelalaian Kita pada Alam