Nasaruddin lalu menggambarkan sebuah pemandangan yang mungkin akrab bagi kita. Bayangkan, dalam satu hari, telinga kita mendengar beragam suara. Ada bedug, azan, dan juga lonceng gereja. Bagi dia, itu bukan kebisingan. Justru, semua bunyi itu bertalu-talu, saling melengkapi, dan akhirnya memperindah atmosfer kehidupan berbangsa. “Kita harus bangga,” katanya.
Di sisi lain, ada satu pengumuman penting yang ia sampaikan. Sebuah langkah historis. Kementerian Agama, untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, akan menggelar perayaan Natal bersama di lingkungan internalnya.
Pesan penutupnya sederhana tapi dalam. Ia mengingatkan agar perbedaan keyakinan tidak jadi sekat pemisah. Ia kembali pada analogi lukisan. Seindah apapun bingkai emasnya, nilai utamanya tetap terletak pada keindahan lukisan di dalamnya.
Acara ditutup dengan doa dan harapan. “Dan terima kasih kepada kita semuanya. Semoga Tuhan memberkati kita semuanya. Shalom!” ucapnya, mengakhiri sambutan yang berusaha merajut kembali benang-benang kebersamaan itu.
Artikel Terkait
Helikopter Polri Bertahan di Udara, Bantuan Dikirim Lewat Manuver Mencekam di Aceh Tamiang
Bima Arya: Kemandirian Daerah Bergantung pada BUMD yang Profesional
Bima Arya Soroti Infrastruktur: Tanpa Lahan Layak, Pembinaan Olahraga Percuma
Ketua Alumni Hukum Jayabaya Galang Bantuan Hukum untuk Korban Banjir Bandang Sumatra