Dengan situasi cuaca seperti itu, wilayah hulu jadi sangat rentan. Bencana besar bisa saja terjadi jika tekanan terhadap lingkungan tidak dihentikan.
Karena itulah, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan status pengawasan. Semua aktivitas usaha di lokasi itu akan diperketat. Khusus untuk kegiatan di lereng curam dan sepanjang aliran sungai, harus melalui proses verifikasi yang sangat ketat dari KLH/BPLH.
“Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan. Kami tidak akan ragu menindak tegas setiap pelanggaran,” tegas Menteri Hanif.
Audit yang akan dilakukan nanti disebutkan akan menyeluruh. Mulai dari menghitung kerusakan, menilai aspek hukum, hingga membuka kemungkinan proses pidana jika ditemukan pelanggaran serius. Penegakan hukum dianggap kunci untuk mencegah bencana ekologis terulang.
Di sisi lain, pemerintah juga berkomitmen memperketat verifikasi untuk persetujuan lingkungan dan kesesuaian tata ruang di seluruh wilayah hulu Sumatra. Penghentian operasi tiga perusahaan besar ini jelas menjadi sinyal keras. Pemerintah tampaknya sudah lelah mentolerir aktivitas yang mengundang bencana.
Pesan utamanya jelas: keselamatan masyarakat harus didahulukan, di atas segala kepentingan bisnis. Langkah ini diharapkan bisa mempercepat pemulihan ekosistem Batang Toru dan mencegah terulangnya tragedi banjir dan longsor. Pemerintah pun meminta semua pelaku usaha untuk taat aturan, demi lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Artikel Terkait
Rp 10 Miliar Terkumpul, Tapi Bantuan Tak Juga Sampai ke Korban Banjir Aceh
Korban Banjir Tiga Provinsi Tembus 914 Jiwa, 389 Masih Hilang
Panettone: Kisah Legit di Balik Tradisi Natal Italia
Rektor Asia Tenggara Berdebat: Bisakah Kampus Bertahan Saat AI Gantikan Proses Berpikir?