Membangun Kekuatan Jujur untuk Negeri: Tuntunan Moral bagi Indonesia Jaya
CATATAN AENDRA MEDITA"
Sejarah Indonesia adalah kisah tentang gelombang perubahan yang tak henti. Kita merdeka dengan darah dan keringat. Kita membangun dengan harapan yang membumbung tinggi. Lalu, reformasi kita jalani untuk mengoreksi arah perjalanan bangsa. Tapi, di balik semua itu, ada satu pertanyaan yang terus menggema: sebenarnya, kekuatan macam apa yang sanggup mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang benar-benar mandiri, makmur, dan jaya?
Banyak jawaban bermunculan. Ada yang bilang kuncinya ada di ekonomi. Yang lain menunjuk teknologi, politik, atau bonus demografi. Tapi, kalau kita renungi lebih dalam, akar dari semua kemajuan itu sebenarnya adalah kekuatan moral. Martabat suatu bangsa tak cuma diukur dari meganya infrastruktur atau angka pertumbuhan ekonomi semata. Yang lebih menentukan justru karakter rakyatnya: kejujuran, integritas, dan keluhuran budi.
Soekarno pernah mengingatkan kita lewat pidato terkenalnya, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah” atau Jasmerah. Pesan itu bukan sekadar ajakan bernostalgia. Itu adalah seruan untuk belajar dari akar moral perjuangan bangsa sebuah fondasi yang dibangun di atas kejujuran, keberanian, dan kesediaan berkorban. Tanpa kesadaran itu, pembangunan hanyalah rutinitas tanpa jiwa.
Kejujuran, Bukan Sekadar Jargon
Mari kita bicara soal kejujuran. Ini bukan jargon moral yang basi. Ia adalah kekuatan. Bahkan, bisa dibilang ini adalah kekuatan paling strategis bagi bangsa yang ingin berdiri di atas kaki sendiri. Korupsi, manipulasi data, konflik kepentingan semua penyakit birokrasi itu bukan cuma soal sistem yang bobrok. Sumber utamanya adalah lunturnya komitmen moral dari individu-individu yang menjalankannya.
Wakil Presiden pertama kita, Mohammad Hatta, punya pandangan yang jelas soal ini.
Kebaikan yang dimaksud Bung Hatta tentu saja berporos pada kejujuran. Sebab, kecerdasan tanpa kejujuran hanya akan melahirkan manipulasi yang lebih canggih. Sebaliknya, kejujuran tanpa kecerdasan masih punya peluang untuk diperbaiki. Nah, kalau bangsa ini mau mandiri, inilah titik awalnya: menjadikan kejujuran sebagai norma hidup. Di sekolah, di kantor, dalam bisnis, hingga di ruang keluarga.
Integritas: Fondasi yang Sering Terlupakan
Kemandirian sebuah bangsa mustahil berdiri di atas fondasi yang rapuh. Infrastruktur boleh saja megah, proyek bertebaran di mana-mana. Tapi, jika integritasnya kropos, semuanya bisa runtuh dalam sekejap.
Buya Hamka dengan khas pernah menulis,
Dalam konteks membangun bangsa, nasihat ini adalah pengingat yang tajam. Pembangunan sejati bukan cuma soal menyelesaikan proyek atau menjalankan rutinitas. Ia harus punya makna, tujuan, dan nilai. Integritaslah yang memberi makna pada setiap tindakan. Tanpanya, kemandirian cuma jadi slogan kosong yang mudah dihancurkan oleh kepentingan pribadi.
Soekarno juga pernah berpesan,
Menghormati jasa pahlawan berarti menjaga nilai-nilai yang membuat mereka layak disebut pahlawan: kejujuran, keberanian, dan pengabdian tanpa pamrih. Kalau nilai-nilai itu hilang, maka hilang pula arah bangsa ini.
Pusat Perubahan Ada di Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, sudah memberi arah yang jelas. Salah satu pesannya yang paling melekat adalah, “Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.” Pemimpin harus memberi teladan, yang di tengah membangkitkan semangat, dan yang di belakang memberi dorongan.
Kalau kita serius ingin membangun kekuatan jujur, maka pendidikan harus jadi pusat perubahan. Bukan pendidikan yang cuma menjejali murid dengan rumus dan teori. Tapi pendidikan yang membentuk karakter. Yang menanamkan keberanian untuk berkata benar, kejujuran saat ujian, disiplin dalam berusaha, dan kepedulian pada sesama.
H.O.S. Tjokroaminoto juga punya pesan serupa,
Ini soal keseimbangan. Ilmu memberi kecakapan, iman memberi arah, siasat memberi kecerdikan. Tapi, percuma saja ketiganya jika tidak dibingkai oleh integritas moral.
Birokrasi Jujur, Syarat Mutlak Kemandirian Ekonomi
Mustahil bicara kemandirian ekonomi tanpa membenahi birokrasi. Semua kebijakan ekonomi pada akhirnya bergantung pada sejauh mana aparat publik bekerja dengan integritas. Investor datang karena ada kepercayaan. Ekspor lancar karena administrasi bersih. Peluang usaha tumbuh karena sistemnya transparan.
Karena itu, membangun integritas di birokrasi adalah investasi jangka panjang yang tak bisa ditawar. Pemerintah harus menanamkan nilai kejujuran sama pentingnya dengan mengajarkan keterampilan teknis. Perbaikan sistem harus berjalan beriringan dengan perbaikan mental. Tanpa itu, sistem secanggih apa pun akan bisa dimanipulasi.
Artikel Terkait
Generasi Skip: Ketika Paragraf Panjang Menjadi Beban di Kelas
Dari Medali ke Meja Kantor: Perjalanan Realistis Atlet Disabilitas Surabaya
Dari Tawuran ke Lapangan Hijau: Kisah Angga yang Bangkit Setelah Amputasi
WALHI Tuding Tujuh Perusahaan Picu Banjir Bandang Tapanuli