Saya sudah pernah menyaksikan kesibukan pelabuhan. Tapi pelabuhan yang sibuk namun 'tidak sibuk' memeriksa barang masuk? Itu pengalaman baru.
Lalu bagaimana dengan sidak dari pihak berwenang? Entah itu rombongan DPR atau kunjungan menteri, hasilnya seringkali nihil. Kok bisa?
Rupanya, IMIP punya satu keunggulan teknologi yang mungkin belum dikuasai pemerintah: semacam SOP "Hilang-Manusia-Instan". Begitu ada alarm atau tanda bahaya, ribuan pekerja TKA itu langsung dievakuasi masuk ke dalam hutan. Kecepatannya, menurut cerita, melebihi kepanikan pindahan anak kos saat mendekati hari Lebaran.
Alhasil, setiap kali ada inspeksi mendadak, laporan yang dibawa pulang selalu bersih. Lebih bersih bahkan dari meja rapat direksi BUMN yang sedang diaudit.
Sementara itu, realita bagi warga Morowali sungguh berbeda. Banyak yang kehilangan tambak, air tanah terkontaminasi, udara bersih jadi barang langka. Yang dijanjikan sebagai ganti rugi, program CSR pipanisasi air sepanjang 10 kilometer, ternyata ketika diukur di lapangan cuma sekitar 4 km. Mungkin hitungan kilometernya memakai ukuran dunia maya.
Di akhir percakapan, saya bertanya pada narasumber tadi, "Kenapa akhirnya Anda memilih untuk bicara?"
Dia menjawab singkat.
Kalimat itu membuat saya terdiam cukup lama.
Ternyata betul. Hal-hal aneh di Indonesia memang tak butuh waktu lama untuk jadi biasa. Yang justru kadang tak kunjung muncul adalah rasa hadirnya negara di tengah-tengah semua ini.
Artikel Terkait
Pelukan Terakhir Ibu dan Anak, Duka yang Menyayat Hati di Tengah Bencana Sumatera
Banjir Sumatera dan Topeng Senyum di Balik Hutan yang Tergerus
Wagub Kalbar Dukung Jalan Sungai Raya Dalam Jadi Satu Arah
Gaji Tak Naik, Biaya Melambung: Solusi Penghasilan Kedua dari Aset Riil