Kremasi atau Pulang Kampung: Polemik Pemakaman Tanah untuk Muslim di Jepang

- Selasa, 02 Desember 2025 | 19:06 WIB
Kremasi atau Pulang Kampung: Polemik Pemakaman Tanah untuk Muslim di Jepang

Di sebuah rapat Komite Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan belum lama ini, suara anggota parlemen Mizuho Umemura dari Partai Sanseito terdengar keras dan tegas. Ia menolak memberikan izin untuk lahan makam bagi penduduk Muslim. Persoalan ini muncul seiring meningkatnya permintaan pemakaman tanah, atau ground burial, dari komunitas tersebut.

Umemura menyoroti sederet masalah. Mulai dari kebersihan, drainase, pengolahan tanah, hingga risiko bencana dan dampak lingkungan lain yang mungkin timbul. "Prinsip dasarnya adalah harus ada larangan terhadap pemakaman tanah," tegasnya dalam rapat yang digelar akhir November lalu itu.

Menurutnya, mengizinkan pemakaman tanah dalam skala besar hanya akan membebani pemerintah daerah. Solusi yang ia tawarkan? Penduduk Muslim yang ingin menguburkan keluarganya disarankan untuk mengikuti tradisi setempat yaitu kremasi atau memulangkan jenazah ke negara asal jika ingin prosesi sesuai ajaran agama.

Ngomong-ngomong, hampir semua pemakaman di Jepang memang lewat kremasi. Angkanya nyaris sempurna, mencapai 99%. Bagi Umemura, peningkatan jumlah warga Muslim bukan alasan untuk memberi izin khusus. Kebijakan lahan pemakaman, katanya, harus mempertimbangkan budaya Jepang, keamanan, dan kebersihan. Bukan cuma mengikuti kebutuhan satu agama tertentu.

Niat Gubernur yang Mentah Gegara Penolakan Warganet

Di sisi lain, laporan Kyodo awal tahun ini menyebut peningkatan populasi Muslim memang mendorong permintaan lahan pemakaman. Beberapa pemerintah daerah sempat mempertimbangkan untuk mengakomodasi kebutuhan pekerja asing ini.

Kekhawatiran itu nyata di kalangan Muslim Jepang. Terbatasnya lahan pemakaman tanah membuat mereka resah memikirkan masa depan.

Gubernur Miyagi, Yoshihiro Murai, pernah bersimpati. Desember tahun lalu, usai mendengar keluhan seorang penduduk Muslim, ia menyatakan mempertimbangkan pembangunan pemakaman baru di wilayahnya. Sebab, dalam Islam, kremasi sangat dilarang. Penguburan adalah keharusan.

"Saya merasa pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kurangnya multikulturalisme, meski sering mengklaim diri sebagai masyarakat multikultural," ujar Murai, menyinggung fakta bahwa wilayah Tohoku sama sekali tak punya pemakaman tanah.

"Meski saya dikritik, saya harus melakukan sesuatu tentang ini," tambahnya.

Namun begitu, niat baiknya itu kandas. September 2025, Murai terpaksa membatalkan rencana tersebut akibat gelombang penolakan deras di media sosial. Banyak yang menilai ide itu terlalu mengakomodir pendatang dengan adat yang berbeda dari kebanyakan warga Jepang.


Halaman:

Komentar